Cilacap (ANTARA) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, memperkirakan nelayan di wilayah itu akan segera memasuki musim panen ikan seiring dengan datangnya musim angin timuran.

"Alhamdulillah dalam beberapa hari ini sudah pergantian musim angin baratan ke musim angin timuran, harapan kami hasil tangkapan nelayan akan segera melimpah seperti tahun-tahun yang lalu," kata Ketua HNSI Kabupaten Cilacap Sarjono di Cilacap, Rabu.

Ia mengatakan informasi yang diterima HNSI Cilacap pada Selasa (9/5) malam, sudah banyak nelayan yang mendapatkan hasil tangkapan berupa ikan karena beberapa jenis ikan mulai bermunculan di laut selatan Jawa.

Menurut dia, nelayan-nelayan yang melautnya agak ke tengah laut saat sekarang sudah mulai mendapatkan cumi-cumi dan beberapa ikan lainnya.

Akan tetapi khusus nelayan yang alat tangkapnya untuk menangkap layur, kata dia, hingga saat ini belum mendapatkan hasil karena jenis ikan tersebut belum bermunculan.

Lebih lanjut, dia mengatakan berdasarkan pengalaman, puncak musim panen ikan bagi nelayan Cilacap berlangsung pada bulan Juli hingga September dan saat ini sebagian besar nelayan mulai mempersiapkan alat tangkap.

"Semoga pada musim angin baratan dan musim kemarau tahun ini yang diprakirakan akan dipengaruhi fenomena El Nino, hasil tangkapan nelayan jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya yang dipengaruhi La Nina sehingga musim kemaraunya menjadi basah atau sering turun hujan," katanya.

Dia mengakui gelombang tinggi tetap berpotensi terjadi pada musim angin timuran namun relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan gelombang tinggi saat musim angin baratan yang sering datang secara tiba-tiba, sehingga berbahaya bagi kapal nelayan.

Oleh karena gelombangnya stabil, kata dia, berbagai jenis ikan biasanya akan bermunculan di laut.

Kendati demikian, dia mengimbau nelayan yang berangkat melaut untuk mencari ikan agar tetap memerhatikan risiko gelombang tinggi.

"Saat sekarang nelayan sedang mempersiapkan keberangkatan melaut, tinggal menunggu BBM yang harus antre di SPBUN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan) maupun SPDN (Solar Pack Dealer Nelayan) karena harus berurutan," tegas Sarjono.

Menurut dia, antrean terjadi karena tidak mungkin penebusan BBM untuk nelayan di SPBUN maupun SPDN yang dikelola KUD Mino Saroyo Cilacap dapat terlayani semua pada hari yang sama.

"Harus ada pembagian, pemerataan, untuk menghindari permasalahan. Namun semua ini lebih aman dan sesuai dengan kebutuhan nelayan," jelasnya.

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap pada Rabu (10/5) mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi di laut selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang berlaku pada tanggal 10-11 Mei 2023.

Dalam hal ini, tinggi gelombang 2,5-4 meter yang masuk kategori gelombang tinggi berpotensi terjadi di perairan selatan Sukabumi, perairan selatan Cianjur, perairan selatan Garut, perairan selatan Tasikmalaya, perairan selatan Pangandaran, perairan selatan Cilacap, perairan selatan Kebumen, perairan selatan Purworejo, dan perairan selatan Yogyakarta.

Selain itu, gelombang tinggi juga berpotensi terjadi di Samudra Hindia selatan Jawa Barat, Samudra Hindia selatan Jawa Tengah, dan Samudra Hindia selatan Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Peningkatan tinggi gelombang ini dipicu oleh pola angin di wilayah Indonesia bagian selatan dominan bergerak dari tenggara hingga timur dengan kecepatan 5-20 knot. Pola gerakan angin yang cenderung searah dengan kecepatan tinggi dapat memicu terjadinya peningkatan tinggi gelombang," jelas Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo.

Terkait dengan hal itu, dia mengimbau seluruh pengguna jasa kelautan untuk memerhatikan risiko gelombang tinggi terhadap keselamatan pelayaran, karena berdasarkan analisis angin dengan kecepatan lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter berisiko pada keselamatan perahu nelayan serta angin dengan kecepatan lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter berisiko dalam pengoperasian tongkang.

Angin dengan kecepatan lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter berisiko terhadap keselamatan kapal feri, sedangkan angin dengan kecepatan lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas empat meter berisiko dalam pelayaran kapal berukuran besar seperti kapal kargo dan kapal pesiar. 

Baca juga: Erick Thohir dan Teten resmikan Program Solusi Nelayan di Cilacap
Baca juga: HNSI: Sebagian nelayan Cilacap mulai melaut meskipun gelombang tinggi
Baca juga: Ganjar ajak nelayan Cilacap manfaatkan teknologi dan informasi BMKG

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023