Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menghentikan aktivitas peleburan logam tanpa izin milik PT Xingye Logam Indonesia (XLI) yang berlokasi di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

"Penghentian aktivitas peleburan logam itu merupakan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terkait dugaan pencemaran lingkungan," kata Kepala Subdirektorat Penanganan Pengaduan dan Pengawasan Penaatan dari Direktorat Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi KLHK Damayanti Ratunanda dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
 
KLHK menghentikan aktivitas peleburan logam yang dijalankan oleh PT Xingye Logam Indonesia pada 18 April 2023 lalu.
 
PT Xingye Logam Indonesia merupakan sebuah perusahaan industri peleburan logam tembaga untuk dijadikan ingot atau aluminium batangan dengan status penanaman modal asing.
 
Berdasarkan temuan petugas di lapangan, perusahaan menggunakan bahan baku yang berasal dari limbah B3, di antaranya abu tembaga dan debu sisa pembakaran Printed Circuit Board (PCB).

Baca juga: KLHK menindak perambah Tahura Bukit Mangkol di Bangka Tengah

Baca juga: KLHK dan Kemenkeu pererat kerja sama upaya penegakan hukum LHK

 
Setelah diperiksa, perusahaan itu juga terbukti tidak memiliki izin persetujuan lingkungan untuk kegiatan pengelolaan limbah B3 dan persetujuan teknis pemanfaatan limbah B3.
 
Damayanti mengatakan kegiatan dumping limbah B3 tanpa izin merupakan pelanggaran berdasarkan ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
 
Tindakan tersebut juga telah mencemari lingkungan sekitar yang terbukti dengan hasil pengukuran insitu air lindi dumping limbah B3 di lahan persawahan yang nilai keasaman airnya hanya 0,92 (sangat asam).
 
Selain itu, PT Xingye Logam Indonesia juga terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa melakukan impor limbah B3 berupa debu sisa pembakaran PCB. Hal ini melanggar Pasal 69 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
 
Perusahaan itu juga diduga melanggar pidana sesuai dengan Pasal 98 ayat (1), Pasal 103, Pasal 104, Pasal 106 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
 
“Atas pelanggaran tersebut serta untuk mempertanggungjawabkan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh usahanya, PT XLI terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar," tegas Damayanti.
 
"Proses penegakan hukum pidana selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh penyidik lingkup Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK,” imbuhnya.

Baca juga: KLHK: Putusan hukum kasus lingkungan banyak yang belum bisa dieksekusi

Baca juga: Indonesia akan terus perkuat penegakan hukum lingkungan hidup

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023