Cisarua, Bogor, (ANTARA News) - Lembaga Konservasi "ex-situ" Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar) yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai pusat penangkaran harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) lengkap dengan bank sperma dari satwa itu, kembali mencatat kelahiran empat bayi satwa langka tersebut. Jurubicara TSI Cisarua, Nur Syamsiah kepada ANTARA di Bogor, Kamis (8/6) menjelaskan empat bayi harimau Sumatra itu lahir dari betina bernama Rio (9 tahun), dari induk jantan bernama Simba (17 tahun) dalam keadaan normal. "Empat ekor anak harimau Sumatra itu tepatnya lahir pada Sabtu pagi tanggal 20 Mei 2006, dan setelah melalui standar penanganan medis baru kita sampaikan kepada publik saat ini," katanya dan menambahkan bahwa betina Rio melahirkan setelah mengandung sekitar 105 hari. Ia mengemukakan bahwa Indonesia memiliki tiga dari delapan jenis harimau yang ada di dunia. Namun, sayangnya saat ini harimau Jawa dan harimau Bali sudah dinyatakan punah. "Yang masih tertinggal saat ini hanyalah harimau Sumatra, sehingga satu-satunya yang masih ada ini harus benar-benar diselamatkan agar tidak punah," katanya. TSI Cisarua, selain ditunjuk oleh pemerintah sebagai pusat penangkaran harimau Sumatra, juga ditunjuk sebagai "studbook keeper" atau pencatat silsilah populasi harimau Sumatera. Staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr drh Ligaya Ita Tumbelaka, Sp.MP, M.Sc adalah satu-satunya "studbook keeper" harimau Sumatra di dunia. Menurut dia, tujuan dari penangkaran harimau Sumatra ini, selain menjaga kelestarian satwa tersebut agar tidak punah, juga untuk mencegah "inbreeding" agar menghasilkan mutu genetis yang bagus. Dijelaskannya bahwa kelahiran kali ini merupakan kelahiran kedua dari Rio. Biasanya Rio akan menyusui anak-anaknya sampai usia 3 bulan, setelah itu, "keeper" (perawat satwa) akan mulai memperkenalkan daging sebagai makanan bayi harimau itu. Satwa ini aktif di malam hari dan menghabiskan waktunya dengan beristirahat di siang hari. Di habitat aslinya kebiasaan ini berguna untuk menyimpan tenaga hingga tiba saatnya berburu mangsa. Selain upaya konservasi melalui pengembangbiakan, TSI juga dipercaya pemerintah untuk menyelamatkan keberadaan harimau Sumatra di habitat aslinya. Bahkan tim pendidikan TSI sering kali memberikan penyuluhan pada masyarakat sekitar mengenai bagaimana tindakan yang baik dan tepat dalam menghadapi satwa liar. Dikemukakannya pula bahwa perburuan, fragmentasi habitat, pembakaran hutan merupakan ancaman bagi keberadaan harimau Sumatera. Harimau Sumatra kini terdaftar sebagai hewan yang sangat terancam punah (Critically Endangered), urutan tertinggi dalam kategori ancaman. Dikkawatirkan, nasib harimau ini akan menyusul dua sub-spesies harimau Indonesia lain, yakni harimau Jawa dan harimau Bali, yang punah sejak tahun 1930-an dan 1980-an. Saat ini, keempat bayi harimau dalam keadaan sehat dan terus berada di bawah pengawasan para tim medis. Dengan lahirnya keempat bayi harimau yang belum diberi nama ini, TSI memberikan kesempatan kepada masyarakat khususnya pencinta satwa untuk berperan dalam konservasi satwa melalui program "Orang Tua Asuh Satwa", demikian Nur Syamsiah.(*)

Copyright © ANTARA 2006