Shanghai (ANTARA News) -Mereka duduk, bercanda, sambil menikmati hidangan ringan di depan sebuah kafe kecil di kawasan wisata malam Tianzifang, Shanghai.

Udara dingin bulan Januari yang menyelimuti malam itu, tak menyurutkan hasrat mereka untuk menikmati indahnya malam sambil menikmati kuliner yang dipesan.

Di sudut lainnya, tampak dua orang turis asal Eropa berdiri berbincang, dibawah hangatnya sinar lampu di kawasan yang dulu terdiri atas pabrik-pabrik tua dan rumah-rumah kuno berarsitektur "shikumen".

Rumah atau bangunan berarsitektur "shikumen" yakni berdinding batu bata merah, kusen dari batu dan pintu berbahan kayu solid. "Shikumen" menjadi ciri khas pemukiman penduduk di kawasan Taikang, termasuk di Tianzifang pada era 1920-an.

Gaya arsiktektur klasik "shikumen" juga banyak dijumpai di beberapa kawasan di Shanghai.

Agak jauh sedikit sepasang lelaki dan perempuan muda, sedang saling mengabadikan satu sama lain, menggunakan kamera digital Nikon, dengan latar kafe yang mereka singgahi, sambil menunggu pesanan steak dan anggur tiba.

Tianzifang, selamat malam.

Sebentar lagi riuh dan romantisnya malam akan kau mulai. Para turis dalam dan luar negeri, para pekerja, ekspatriat, akan mendatangimu, melepas penat setelah seharian berkutat dengan pekerjaan.

Pabrik dan rumah-rumah kuno berarsitektur "shikumen" Tianzifang, kini telah ditata apik menjadi kafe, restoran, bar, toko karya seni, galeri, studio foto dan lainnya.

Semuanya berderet rapi, asri, di sepanjang jalan setapak yang bagaikan labirin di kawasan seluas 70.000 meter persegi itu.

Tianzifang yang berada di kawasan Taikang tak lepas dari pengaruh ekspansi budaya Prancis. Pemandangan dan arsitektur bangunan khas Eropa berpadu dengan gaya arsitektur lokal, "shikumen", menjadikan Tianzifang bertransformasi menjadi kawasan wisata malam yang kental nuansa historisnya.

Terdapat sekitar 200 kafe, restoran, bar, toko karya seni, studio foto, galeri dan lainnya di kawasan yang kali pertama "dibangun" dan ditata apik oleh seorang seniman kontemporer Chen Yifei, pada 1998.

Tianzifang memanjakan lidah pengunjungnya dengan menyajikan beragam kuliner berbagai negara seperti Jepang, Thailand, India, Eropa, semisal hati angsa dari Prancis dan steak serta burger dari Amerika.

Aneka kafe, restoran, bar dan toko serta galeri di Tianzifang sebagian besar tidak memiliki ruang yang besar. Umumnya bengunan kecil dan berlantai dua, mengingat bangunan yang digunakan adalah rumah tradisional yang ditata lebih apik.

Sebagian penduduk masih tinggal di beberapa jalan setapak di Tianzifang.

Orisinalitas sebagai daerah pemukiman lama di masa lampau tampak dari kabel-kabel listrik yang membentang dari satu rumah ke rumah lainnya, antara bangunan satu dengan bangunan lainnya.

Tak hanya itu, tampak alat penyejuk ruangan yang berada di luar bangunan. Namun semua itu justru membuat Tianzifang menjadi "berbeda" dengan kawasan serupa yakni xintiandi, di area Taicang, Shanghai.

Tianzifang tetap mampu menampilkan romantisme klasik dan modern dengan caranya yang sederhana. Kini Tianzifang menjadi salah satu kawasan wisata malam andalan Shanghai.

Kota Kreatif
Shanghai merupakan salah satu kota kreatif di dunia untuk kategori kota desain.

Kota yang kini dihuni 23 juta jiwa itu, telah memiliki sejarah transformasi yang panjang sejak kemerdekaannya pada 27 Mei 1949.

Sejak China menerapkan kebijakan keterbukaan dan reformasi pada 1978, Shanghai terus berkembang, bertransformasi menjadi salah satu pusat ekonomi dunia di China, pusat perdagangan dan perkapalan sekaligus menjadi kota metropolis internasional yang modern.

Ambisi menjadi pusat ekonomi dunia dan kota metropolis internasional modern, tetap dilakukan dengan menyelaraskan nilai sejarah dan budaya yang menjadi salah satu denyut utama Shanghai.

Sejak 1990, Pemerintah Kota Shanghai telah mempercepat pembangunan fasilitas-fasilitas kebudayaan. Hingga akhir 2011 Shanghai memiliki 27 budaya pusat dan pertunjukan seni, 25 perpustakaan umum, 41 kantor arsip dan 120 museum.

Tak hanya itu, pemerintah setempat juga terus menata kawasan-kawasan kota tua, termasuk Tianzifang, sebagai kawasan wisata yang menarik, dan menjadikan bangunan-bangunan kuno sebagai kekayaan nasional yang harus dilindungi.

Maka tak heran jika sisi modernitas dan klasik tampak berdampingan asri di hampir seluruh penjuru Shanghai. Perpaduan klasik dan modern dapat dilihat nyata saat berada di kawasan wisata The Bund.

Dari kawasan wisata di tepi Sungai Huangpu yang membelah Kota Shanghai itu, orang dapat melihat berbagai bangunan tinggi modern seperti "Shanghai World Financial center" yang merupakan bangunan tertinggi kedua di dunia (492 meter), Oriental Pearl Tower serta Jian Mao Tower yang menjadi "landmark" Shanghai.

Di seberang The Bund, tepatnya di sepanjang jalan Zhongshan, berjejer rapi aneka bangunan kuno bergaya gotik, barok, dan renaissance, yang ditempati para pelaku bisnis terkemuka di China seperti China Foreign Exchange Trade Center, Shanghai Customs House, China Merchant Bank, Peace Hotel, Bank of China. Tak salah jika The Bund mendapat julukan Wall Street-nya di Timur Jauh.

Munculnya bangunan-bangunan Eropa tersebut, karena Shanghai pernah menjadi rebutan Inggris, Jerman dan Prancis, sebelum Jepang hadir menjajah China.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia dengan segala ragam budaya yang dimiliki di masing-masing kota hendaknya mampu menjadikan mereka kota kreatif, sebuah kota dimana kreativitas dan imajinasi dipuja.

Kota dimana industri kreatif juga menghidupkan dan menggerakkan roda perekonomian kota tersebut. Indonesia, kini baru memiliki Bandung yang telah menjadi bagian dari jaringan pengembangan kota kreatif dunia dan menjadi proyek percontohan pengembangan kota kreatif di Asia Pasifik.

(R018/A011)

Oleh Rini Utami
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013