Sejak awal tahun 2000, PTPN Group telah menjalankan sistem perkebunan sawit berkelanjutan,
Balikpapan (ANTARA) - Pembentukan subholding perkebunan kelapa sawit atau PalmCo dan SupportingCo oleh holding badan usaha milik negara PT Perkebunan Nusantara diyakini memberikan dampak positif dalam percepatan pengurangan emisi karbon (dekarbonisasi).

Direktur Utama Holding PT Perkebunan Nusantara III Persero, Mohammad Abdul Ghani, menyebutkan dekarbonisasi dimulai dengan pemanfaatan pupuk secara tepat guna dan pemeliharaan kawasan konservasi tinggi.

Dari dua hal itu, berdasar hasil perhitungan pada tahun 2019--sebagai penggabungan produksi karbon dari seluruh PTPN yang akan menjadi subholding perkebunan kelapa sawit--maka total karbon yang dilepas ke udara sebagai CO2 atau karbondioksida adalah 2,849 ribu ton per tahun.

Angka ini lebih rendah dari yang dihasilkan perusahaan sejenis yang menghasilkan 3,4 ribu ton per tahun, 4 ribu ton, dan 4,2 ribu ton.

Hal tersebut dimungkinkan karena penggabungan aset seluruh PT Perkebunan Nusantara mendapatkan luas areal tanam hingga 813 ribu hektare dan diimbangi dengan jumlah luas kawasan bernilai konservasi tinggi yang sangat signifikan.

Kawasan bernilai konservasi tinggi adalah areal di dalam konsesi kebun yang tetap dijaga keasliannya sebagai hutan alam dengan banyak spesies, baik tumbuhan maupun hewan.

Adapun subholding perkebunan kelapa sawit nanti merupakan penggabungan PTPN IV Sumatera Utara, PTPN V Provinsi Riau, PTPN VI Provinsi Jambi, dan PTPN XIII Kalimantan.

Dari seluruh kebun kelapa sawitnya di empat provinsi Kalimantan, PTPN XIII mengelola kebun inti kelapa sawit seluas 55.440,49 ha dan kebun plasma seluas 57.908,60 ha, didukung sembilan pabrik minyak sawit berkapasitas 440 ton tandan buah segar (TBS) per jam dan dua unit pengolahan biodiesel (UPB) berkapasitas 6.000 liter per hari. Produk yang dihasilkan berupa minyak sawit dan minyak inti sawit untuk konsumsi industri minyak nabati di Indonesia  serta biodiesel yang saat ini masih untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Penggabungan SupportingCo melibatkan PTPN I Aceh, PTPN II Sumatera Utara, PTPN VII Sumatera Selatan dan Lampung, PTPN VIII Jawa Barat, PTPN IX di Jawa Tengah, PTPN X, XI, dan XII di Jawa Timur, serta PTPN XIV di Sulawesi.

Jauh sebelum pembentukan subholding PalmCo dan SupportingCo serta SugarCo (penggabungan perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula) yang terlebih dahulu berdiri, PTPN Group telah menjalankan upaya-upaya pelestarian alam melalui penjagaan kawasan bernilai konservasi tinggi, pengurangan emisi di lahan gambut, pemanfaatan pupuk tepat guna, hingga reboisasi di areal gambut.

Seluruh pendekatan tersebut menjadi bagian dari komitmen perusahaan tersebut untuk menjadi bagian penggerak dekarbonisasi.

Emisi karbon diketahui menjadi penyebab efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan suhu Bumi meningkat atau global warming.

Pemanasan global kemudian menyebabkan berbagai ketidakstabilan alam dan lingkungan, seperti cuaca ekstrem; curah hujan tinggi atau  kemarau panjang. Karbon di udara sebagai hasil dari kegiatan manusia juga menyebabkan lubang di lapisan ozon, lapisan yang melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet.

Sementara itu komitmen pengelolaan sawit secara lestari oleh PTPN telah mendapat pengakuan dari sejumlah lembaga independen seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), International Sustainability and Carbon Certification (ISCC), ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan, dan Proper dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Sejak awal tahun 2000, PTPN Group telah menjalankan sistem perkebunan sawit berkelanjutan, bahkan PTPN menjadi satu dari tiga perusahaan yang pertama memperoleh sertifikasi ISPO di Indonesia. Begitu juga RSPO dan ISCC. Saat ini total 54 pabrik kelapa sawit (PKS) yang dikelola PTPN dan rantai pasoknya telah memiliki sertifikasi-sertifikasi tersebut dan akan menjadi seluruhnya 65 PKS pada akhir tahun 2023 nanti.
 

Biogas

Kemudian secara keseluruhan bidang usahanya, PTPN berkontribusi melalui tiga pilar dekarbonisasi, yaitu pertama efisiensi atau penghematan energi, kedua dekarbonisasi di sektor kelistrikan atau menghasilkan tenaga listrik dari sumber rendah emisi, serta ketiga elektrifikasi pada pengguna akhir.

Untuk menghasilkan listrik dari sumber rendah emisi, PTPN memaksimalkan pengolahan limbah cair sawit (palm oil mill efluent atau POME) untuk mendapatkan gas metana (biogas). Selanjutnya, biogas digunakan sebagai bahan bakar merebus air untuk mendapatkan uap bertekanan tinggi guna memutar turbin pembangkit listrik.

Karena limbah cair yang sama juga dihasilkan dalam pengolahan tebu menjadi gula, maka biogas juga dibangun di perkebunan tebu dan pabrik gula.

“Zero POME melalui konversi limbah cair menjadi energi terbarukan adalah komitmen PTPN,” kata Ghani.

Pemanfaatan biogas perdana PTPN dimulai sejak tahun 2012, yang kala itu PTPN V Riau bekerja sama dengan perusahaan Malaysia dengan sistem built operated transferred (BOT) untuk mendapatkan listrik guna kebutuhan pabrik dan kelebihannya juga disalurkan ke masyarakat.

Setelahnya ada biogas cofiring kerja sama dengan BRIN (Badan Riset Nasional), kerja sama dengan ITB untuk Bio CNG, hingga akhirnya PTPN juga sanggup membangun biogas sendiri.

Terkini, PTPN melalui PTPN VII aktif dalam pembangunan biogas bersama PT PGN (Tbk) dan tiga perusahaan gas dari Jepang yakni Osaka Gas Co Ltd (Daigas), JGC Holding Corporation (JGC), dan Inpex Corporation

Ketua Tim Transisi PalmCo yang juga Direktur PTPN IV, Sucipto Prayitno, menambahkan dengan membentuk subholding yang fokus pada industri perkebunan sawit maka akan membuat perusahaan semakin mudah mengembangkan energi baru terbarukan dan membantu pemerintah menuju net zero emission pada 2060. Sucipto mengungkapkan  hingga 2050 mendatang, PalmCo menargetkan mengoperasikan 75 instalasi pembangkit tenaga biogas (PTBg) di berbagai penjuru Indonesia.

Pihaknya optimistis bisa lebih cepat 10 tahun mewujudkannya dari target pemerintah.

Kemudian, pada 2030 diharapkan PTPN juga bisa menekan emisi karbon hingga 36 persen dari yang dihasilkan sekarang dan -4 persen di 2060.

Sucipto juga semakin optimistis karena perusahaan sebagai subholding akan memiliki sumber daya yang semakin inovatif dalam mengolah limbah dan akan mampu membantu perusahaan lain yang juga wajib mengurangi emisi yang dihasilkannya.

Pembentukan subholding membawa peluang kolaborasi dengan seluruh pihak yang membutuhkan dekarboniasi ini. Tentu hal ini sejalan dengan arahan Menteri BUMN yang ingin dekarbonisasi dilaksanakan secara kolaboratif dan tidak mengurangi daya saing.

"Insya Allah subholding PTPN melalui PalmCo dan SupportingCo mampu memberikan impact positif pada dekarbonisasi industri sawit dunia," tegas Cipto.




Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023