Washington (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Leon Panetta, akan mencabut larangan bagi perempuan untuk berada di garis depan pertempuran, kata seorang pejabat Departemen Pertahanan, Rabu.

Larangan bertempur bagi perempuan itu akan dicabut setelah satu dekade peperangan dengan mempertimbangkan desakan agar perempuan dibolehkan maju ke garis depan medan perang.

Panetta dan Jenderal Martin Dempsey, kepala Para Kepala Staf Bersama AS "dijadwalkan akan mengumumkan pencabutan peraturan yang tidak membolehkan perempuan di militer untuk bertempur," kata pejabat yang tidak ingin disebutkan namanya, kepada para wartawan.

"Perubahan kebijakan ini akan memulai proses di mana akan ada pengembangan rencana untuk menerapkan keputusan ini, yang dibuat oleh Menteri Pertahanan berdasarkan rekomendasi dari Para Kepala Staf Bersama," kata pejabat tersebut dalam surat elektronik.

Keputusan itu menandai perubahan lainnya saat ini bagi militer di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama, yang mengarah pada pencabutan larangan keberadaan tentara gay.

Pengumuman resmi pencabutan, yang akan membuka posisi petempur untuk ratusan ribu perempuan, kemungkinan akan dilakukan hari Kamis, kata para pejabat.

Berdasarkan keputusan itu, angkatan bersenjata akan diberi waktu hingga Januari 2016 untuk melakukan perubahan-perubahan.

Pada Februari tahun lalu, Panetta membuka 14.000 posisi yang berkaitan dengan pertempuran bagi perempuan melalui sebuah langkah bertahap yang dikritik sebagai langkah penakut oleh sejumlah aktivis.

Desakan bagi pencabutan itu terus meningkat setelah lebih dari 10 tahun peperangan dan perempuan bertempur, gugur dalam operasi-operasi anti pemberontak di Irak dan Afghanistan --di mana garis tempur tidak tampak jelas.

Beberapa pejabat tinggi telah secara tertutup menyuarakan kekhawatiran mereka bahwa unit-unit khusus dan infantri membutuhkan kekuatan tubuh bagian atas dan bahwa uji fisik berat itu jangan sampai diperingan ketika merekrut perempuan.

Sejumlah komentator mempertanyakan apakah para ibu yang berada di militer --terutama yang menjadi orang tua tunggal-- harus dikirim ke medan pertempuran, walaupun mereka melakukannya dengan suka rela.

Namun, para veteran perempuan dan para aktivis mengatakan mereka hanya menuntut kesempatan yang sama untuk melamar pekerjaan sebagai petempur --dan bukan untuk mendapatkan perlakuan khusus.

Para komandan mulai mengkaji ulang larangan itu tahun 2010 untuk melihat kenyataan di lapangan sementara perang di Irak dan Afghanistan telah menempatkan perempuan di situasi-situasi yang berbahaya.

Menurut data Pentagon, jumlah perempuan di militer AS mencapai sekira 204.000 atau 14,5 prosen dari seluruh anggota militer aktif.

Perang Teluk tahun 1990-1991 mulai memunculkan gelombang reformasi, yang membuka jalan bagi perempuan untuk menjalankan tugas di jet-jet tempur, helikopter penyerang serta kapal perang angkatan laut.

Keputusan Panetta itu terutama akan diberlakukan di Angkatan Darat dan Korps Marinir. Angkatan Udara dan Angkatan Laut sudah terlebih dahulu mencabut sebagian besar larangan bagi perempuan untuk berada di garis tempur.

Pada tahun 2010, Angkatan Laut memutuskan untuk memberikan izin bagi perempuan bertugas di kapal selam, demikian AFP.

(T008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013