Makassar (ANTARA News) - Bupati Wajo Burhanuddin Unru diduga melakukan penganiyaan dan intimidasi kepada enam warga pada Selasa (22/1) sesaat setelah Pemilihan Gubernur Sulsel di Kabupaten Wajo.

"Waktu itu saya diseret dari rumah orang tua saya, kemudian dipukuli dan diperlakukan layaknya teroris bahkan dikatakan perampok. Kemudian saya dibawa dan sekap selama delapan jam," kata Akhiruddin, salah seorang korban penganiyaan, Jumat.

Enam korban tersebut diantaranya, Akhiruddin, Muhammad Aziz, Dakirwan, H Daeng Tapalang, Daeng Pasolong serta Hasriadi. Perlakuan kekerasan dan diduga penculikan itu terjadi di Desa Doping, Kecamatan Penrang, Wajo.

Sebelumnya, empat orang dijemput paksa di rumah orang tua Akhiruddin, pada pukul 04:30 WITA, menyusul dua orang lainnya. Akhiruddin mengaku banyak polisi namun tidak berbuat apa-apa dan hanya menonton perlakuan kasar tersebut.

Dalam keterangan persnya di media Center pasangan Ilham-Aziz (IA) di Jalan Boulevard Makassar, dirinya menyebutkan, saat kejadian sekitar jam 04:30 dini hari waktu setempat, sejumlah orang berseragam FKPPI dan baju preman mendatangi rumahnya dipimpin Bupati Wajo.

"Rumah saya digeledah dan diobak-abrik, lalu saya diseret-seret dan tangan saya diikat katanya orang suruhan IA dan dituduh membagi-bagikan sarung dan sejumlah uang atas perintah Bupati Kolaka. Saya tidak punya hubungan sama sekali," tuturnya.

Ia mengatakan, dirinya berserta lima orang korban lainnya diarak ke salah satu warung kopi kemudian diumumkan seolah-olah tersangka yang melakukan kejahatan besar.

"Saya dan lima orang lainnya disuruh duduk bersila dilantai depan warkop dan dilihat semua orang dan kemudian dipaksa mengaku. Setelah itu saya dibawa ke Seketariat Golkar Wajo dan kembali dipaksa mengaku. Pukul 11:00 WITA baru kami dilepas," ucap pengusaha ini.

Pengakuan serupa juga dilontarkan korban lainnya Muhammad Aziz, dirinya mengaku dipukuli dan dibawa ke warkop dan interogasi agar mengakui perbuatan yang dituduhkan, namun dirinya tidak mengakui.

"Saya tidak mau mengaku, bukan saya pelakunya. Bahkan kami dimaki-maki dan dipermalukan di depan umum dan difoto-foto layaknya kriminal dan teroris. Bupati sendiri yang memimpin dan menginterogasi kami sambil dipukuli," tuturnya polos.

Istri Akhirudin, Nurfahmi menceritakan, saat itu menyaksikan suaminya dipukul dan diseret oleh sejumlah orang. Dirinya meminta tolong namun tidak digubris padahal banyak petugas kepolisian di tempat itu.

"Saya sudah minta tolong, tetapi tidak ada yang bantu padahal banyak polisi. Bahkan kami diancam badik oleh sekumpulan orang yang masuk dirumah kami," paparnya kepada jurnalis.

Ia juga telah melaporkan hal ini ke Polres Wajo, tetapi saat divisum kami tidak dilibatkan dan terkesan ada `permainan` dari pihak kepolisian Wajo.

"Terpaksa kami visum ulang, berdasarkan hasil visum polisi katanya tidak ada tanda kekerasan. Bahkan ibu saya menandatangi BAP tanpa melihat isinya. Kami minta Polda Sulselbar turun tangan, kami tidak percaya polisi di Wajo," harapnya.

Kuasa Hukum tim IA, Akbar mengaku akan mengadukan hal ini ke Komnas HAM dan Kontras serta Mabes Polri terkait dugaan kekerasan dan intimidasi itu.

"Kalau ini tidak ditanggapi serius, kami akan ke Jakarta membawa korban untuk mengadukan ke Komnas HAM dan Kontras terkait hak kemanusiaan. Laporan akan di tembuskan ke Mabes Polri untuk ditangani," tegasnya.

Saat ingin dikonfirmasi terkait kasus ini, telepon gengam Bupati Wajo Andi Burhanuddin Unru sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, saat di beri pesan pendek pun enggan dijawab.

(ANTARA)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013