Denpasar (ANTARA News) - Umat Hindu Dharma di Bali memperingati hari Tumpek Landep, persembahan suci yang khusus ditujukan untuk semua jenis benda yang terbuat dari bahan besi maupun benda tajam seperti keris dan senjata pusaka, Sabtu.

Kegiatan ritual menggunakan kelengkapan sarana banten, rangkaian janur kombinasi bunga dan buah-buahan dipersembahkan untuk berbagai jenis alat produksi dan aset dari bahan besi, tembaga dan emas, kata Ketua Program Studi Pemandu wisata Institut Hindu Dharma Indonesia (IHDN) Denpasar Dr I Ketut Sumadi M.Par, di Dnpasar, Sabtu.

Aset yang mendapat persembahan khusus pada hari yang istimewa bagi umat Hindu itu antara lain berbagai jenis mesin produksi, kendaraan, sepeda motor dan berbagai alat teknologi lainnya.

Upacara itu umumnya dilakukan di masing-masing rumah tangga dengan skala besar dan kecil sesuai kemampuan dari keluarga bersangkutan. Semua itu bermakna untuk memohon keselamatan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Senjata.

Kegiatan ritual berkaitan dengan Tumpek Landep di masing-masing keluarga maupun perusahaan dan kantor berlangsung sejak pagi, sore hingga malam hari.

Ketut Sumadi M.Par menambahkan, Tumpek Landep sekaligus merupakan "pujawali" Betara Siwa yang berfungsi melebur dan "memralina" (memusnahkan) kembali keasalnya.

Tumpek Landep berlangsung setiap 210 hari sekali. Masyarakat yang berprofesi sebagai petani mempersembahkan kurban suci ditujukan kepada alat-alat pertanian berupa canggul, sabit maupun traktor.

Semua peralatan yang terbuat dari besi dan tembaga termasuk mobil dan sepeda motor yang lalu-lalang di jalan raya pada hari Tumpek Landep itu diisi sesajen dan hiasan khusus dari janur yang disebut "ceniga", "sampian gangtung", dan "tamiang".

Semua itu merupakan wujud puji syukur orang Bali ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merancang teknologi canggih, hingga tercipta benda-benda yang dapat mempermudah manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Teknologi canggih menurut Ketut Sumadi harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat positif, sesuai dengan konsep hidup orang Bali yaitu "Tri Hita Karana", hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa.

Oleh sebab itu seluruh peralatan yang dipakai umat manusia dalam mengolah isi alam, khususnya peralatan yang mengandung unsur besi, baja, emas, atau perak harus tetap dijaga kesucianya.

Dengan demikian selamanya akan dapat digunakan dengan baik tanpa merusak alam, ujar Ketut Sumadi.

(I006/M020)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013