Pemerintah Provinsi juga bertanggung jawab atas perlindungan dan pemberdayaan nelayan
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) bekerja sama untuk memberi penguatan pelindungan dan pemberdayaan terhadap awak kapal perikanan migran, nelayan kecil dan nelayan buruh di Jawa Tengah.

Kerja sama tersebut diwujudkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama atau Memorandum of Understanding (MoU) bertajuk Penguatan Pelindungan dan Pemberdayaan Awak Kapal Perikanan Migran dan Pelaku Usaha Perikanan (Nelayan Kecil).

“Pemerintah Provinsi juga bertanggung jawab atas perlindungan dan pemberdayaan nelayan,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah Fendiawan Tiskiantoro di Jakarta, Senin.

Fendi berharap perjanjian ini akan terjalin kerja sama dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, penelitian, pengembangan instrumen hukum dan kebijakan serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).

Ia menjelaskan kesepakatan kerja sama ini berangkat dari fakta banyaknya jumlah AKP migran, nelayan buruh, dan nelayan kecil di Provinsi Jawa Tengah.

Baca juga: Pemerintah pulangkan 129 pekerja migran yang terlantar di Taiwan
Baca juga: Indonesia-Korsel tingkatkan perlindungan awak kapal perikanan


Pada 2021, terdapat 1.408 AKP Migran ditempatkan oleh perusahaan pemegang Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal di Provinsi Jawa Tengah.

Data ini tidak merepresentasikan jumlahnya AKP migran asal Jawa Tengah dikarenakan banyak AKP migran berangkat secara non-prosedural.

AKP migran termasuk yang berangkat dari Jawa Tengah ternyata rentan terhadap pelanggaran HAM dan hak-hak perburuhan di seluruh tahapan migrasi mereka seperti penipuan dan pemalsuan dokumen, jeratan hutang dan penahanan gaji.

Bekerja di atas kapal ikan di luar negeri juga kerap menempatkan AKP migran terisolasi di tengah laut dan sulit mendapatkan akses terhadap bantuan dan komunikasi.

Tantangan lain bagi pelindungan AKP asal Jawa Tengah adalah maraknya keberadaan calo, masifnya informasi lowongan pekerjaan dan penempatan non- prosedural.

Selain itu juga minimnya kompetensi pekerja, pengetahuan mengenai hak-hak AKP serta budaya kerja di negara tujuan maupun bendera kapal.

Baca juga: IOJI apresiasi advokasi perlindungan nelayan migran pada KTT ASEAN
Baca juga: Kemenko Marves-ILO susun regulasi lindungi pelaut di Indonesia


CEO IOJI Mas Achmad Santosa menjelaskan Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah nelayan yang sangat besar di Indonesia dengan nelayan kecil dan nelayan buruh menghadapi berbagai permasalahan.

Permasalahan itu termasuk kecelakaan di laut, kesulitan karena dampak eksploitasi maupun perubahan iklim terhadap ekosistem kelautan dan perikanan, serta permasalahannya lain akibat posisi tawar nelayan yang tidak seimbang dengan pemilik modal, pemberi kerja, dan pembuat kebijakan.

Sementara itu, Pemerintah Daerah Provinsi memiliki tugas, tanggung jawab, dan kewenangan yang dapat dioptimalkan dalam menghadapi berbagai tantangan pelindungan dan pemberdayaan yang telah disebutkan.

Sehubungan dengan pelindungan awak kapal perikanan migran, tugas dan tanggung jawab Pemerintah Provinsi berfokus pada tahapan sebelum dan setelah bekerja (pra dan purna migran).

Bentuk-bentuk pelindungan tersebut antara lain diseminasi informasi, penyelenggaraan sosialisasi dan edukasi, pelatihan dan pendidikan, pengawasan dan pembinaan, serta penyelesaian hak-hak AKP migran.

Pemerintah Provinsi juga bertanggung jawab atas perlindungan dan pemberdayaan nelayan seperti penyediaan sarana dan prasarana usaha perikanan, jaminan kepastian usaha, dan jaminan keamanan dan keselamatan.

Sedangkan pemberdayaan dilakukan melalui antara lain melalui penyediaan pendidikan dan pelatihan, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi, serta kerja sama dan kemitraan usaha.

Baca juga: DFW usulkan moratorium, 1 lagi WNI pekerja kapal ikan China meninggal
Baca juga: National Fishers Center-Ditjen Hubla mediasi masalah ABK migran
Baca juga: Negara-negara ASEAN didorong untuk ratifikasi Konvensi ILO 188

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023