Pemerintah harus bisa memunculkan regulasi, atau bisa juga teknologi untuk melawan (rekayasa) hasil AI (kecerdasan buatan, red)
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI menilai regulasi dan teknologi menjadi alat untuk menangkal dan mengantisipasi peredaran kabar bohong (hoaks) dan video/gambar hasil rekayasa kecerdasan buatan (deepfake) yang rentan beredar menjelang pemilihan umum.

Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto, saat ditemui di kantornya di Jakarta, Selasa, menjelaskan kemajuan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang dapat memanipulasi atau merekayasa gambar, video, suara, harus ditangkal juga dengan penggunaan teknologi kecerdasan buatan.

"Pemerintah harus bisa memunculkan regulasi, atau bisa juga teknologi untuk melawan (rekayasa) hasil AI (kecerdasan buatan, red)," kata Andi menjawab pertanyaan wartawan.

Dia mencontohkan pernah ada beredar foto markas besar Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon, yang seolah-seolah terbakar. Foto itu sempat viral sekitar 2 minggu lalu (10/5) di berbagai media dan media sosial.

"Setelah dipelajari, yang mengenali itu buatan AI adalah AI. AI mengenali bahwa itu tidak natural (video rekaman peristiwa, red.)," tutur Andi Widjajanto.

Departemen Pertahanan AS saat itu langsung menyiarkan klarifikasi bahwa foto tersebut hasil rekayasa AI (deepfake). Walaupun demikian, foto hasil rekayasa itu sempat beberapa waktu berdampak pada bursa saham di AS.

Terkait ancaman deepfake dan hoaks terhadap demokrasi, termasuk menjelang dan saat pemilihan umum, Andi menyampaikan Presiden RI Joko Widodo telah meminta Lemhannas mengkaji lebih dalam demokrasi pada era digital, dan menyusun strategi memperkuat demokrasi di Indonesia di tengah kemajuan teknologi itu.

Baca juga: Publik diminta tak percaya pada satu informasi guna cegah "deepfake"

Baca juga: Pers wajib disiplin verifikasi hindari bahaya manipulasi "deepfake"


"Kami ada topik khusus. Itu perintah Presiden Jokowi saat saya dilantik pada 21 Februari 2022 untuk mengkaji transformasi digital. Kajian tentang arsitektur transformasi digital mulai dari doktrin, kebijakan, program, alokasi anggaran, sumber daya manusianya, adopsi teknologi sudah kami selesaikan, dan sudah kami serahkan ke Presiden," ujar Gubernur Lemhannas RI.

Di atas itu semua, kunci menangkal berita bohong dan rekayasa atas peristiwa di dunia maya adalah memperbaiki keberadaban digital di Indonesia, kata Andi Widjajanto.

"Yang paling struktural, mendasar, adalah keberadaban digital yang harus kita kuatkan," imbuhnya.

Microsoft, perusahaan teknologi multinasional yang berpusat di Washington, Amerika Serikat, sejak 2016 meneliti tingkat keberadaban digital di beberapa negara yang hasilnya terangkum dalam Indeks Keberadaban Digital (DCI).

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi objek riset Microsoft bersama negara lain seperti Argentina, Belgia, Brazil, Kanada, Chile, Kolombia, Prancis, Jerman, Hungaria, India, Irlandia, Italia, Malaysia, Meksiko, dan Belanda.

Microsoft pada tahun kelima riset DCI menambah tujuh negara dan wilayah yang menjadi objek penelitian DCI, yaitu Australia, Denmark, Filipina, Spanyol, Swedia, Taiwan, dan Thailand.

Hasil riset DCI Microsoft pada 2020 yang dirilis Februari 2021 menunjukkan Indonesia menempati peringkat 29 dengan skor DCI 79. Sementara negara-negara di Asia Tenggara memiliki peringkat lebih baik daripada Indonesia, misalnya, Singapura (peringkat 4), Malaysia (10), Filipina (13), Thailand (19), dan Vietnam (24).

Beberapa indikator yang masuk dalam pengukuran DCI, di antaranya perundungan di dunia maya, pelecehan dan kekerasan seksual online, komentar diskriminatif, penyebaran ujaran kebencian, kabar bohong, dan aksi penipuan di dunia maya.

Dalam acara yang berbeda, Andi Widjajanto menyampaikan transformasi struktural untuk memperbaiki indeks keberadaban digital di Indonesia merupakan program jangka panjang.

"Ini pasti bukan program jangka pendek, karena terkait dengan mematangkan demokrasi kita (di Indonesia, red.)," kata dia.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023