Beijing (ANTARA) - Pemimpin tim ekspedisi China yang mencapai puncak Gunung Qomolangma, puncak tertinggi di dunia pada Selasa (23/5) untuk melakukan penelitian ilmiah, mengungkapkan bahwa tim tersebut akan meningkatkan tingkat pengamatan di puncak itu.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Xinhua, Yao Tandong, seorang akademisi di Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS) sekaligus ketua tim ekspedisi ilmiah komprehensif kedua ke Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, mengatakan bahwa sistem catu daya untuk stasiun meteorologi di Gunung Qomolangma akan dioptimalkan dan dimutakhirkan.

"Kami bekerja sama dengan tim proyek eksplorasi Bulan untuk mengembangkan jenis baterai yang dapat beradaptasi secara lebih baik terhadap lingkungan bersuhu sangat rendah dan bertekanan rendah, guna memastikan pengoperasian stasiun (meteorologi) yang stabil," ujar Yao.

Pendakian Gunung Qomolangma 2023 ini merupakan bagian dari ekspedisi ilmiah komprehensif kedua di Dataran Tinggi Qinghai-Tibet yang dimulai pada 2017. Ekspedisi tersebut akan berfokus pada studi multisektor dan interdisipliner dalam bidang limpasan gletser, meteorologi ketinggian ekstrem, penyerap karbon (carbon sink) dataran tinggi, paleontologi, fisika atmosfer, dan sumber daya mineral logam jarang.

Ketika melakukan penelitian ilmiah pada tahun lalu, tim itu mendirikan lima stasiun meteorologi di Gunung Qomolangma. Bersama tiga stasiun lain yang telah dibangun sebelumnya, stasiun-stasiun tersebut membentuk sistem pengamatan meteorologi lerengan di puncak Qomolangma, menurut Yao.

Selain Gunung Qomolangma, terdapat lebih dari 10 puncak lainnya di ketinggian ultratinggi di seluruh Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, kata Yao. Puncak-puncak tersebut memiliki efek konvergensi pada iklim global.

"Setelah pendakian tahun ini, kami akan pergi ke puncak-puncak lain untuk mengeksplorasi efek stimulus gunung terhadap perubahan iklim," ujar Yao. 

Penerjemah: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023