Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan saat ini progres lima pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) konsentrat mineral logam sudah di atas 50 persen.

"Berdasarkan verifikator independen, sebanyak lima badan usaha telah memiliki kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian konsentrat mineral logam di atas 50 persen, yaitu, PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Industri (untuk komoditas tembaga), PT Sebuku Iron Lateritics Ore (besi), PT Kapuas Prima Citra (timbal), dan PT Kobar Lamandau Mineral (seng)," ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (24/5/2023).

Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, Menteri Arifin mengatakan untuk memastikan pembangunan fasilitas pemurnian dapat diselesaikan dan memperhatikan adanya pandemi COVID-19, maka diperlukan payung hukum yang menjadi dasar pemberian kesempatan penjualan hasil pengolahan mineral logam bagi komoditas tertentu serta relaksasi ekspor konsentrat dengan tetap dikenakan sanksi denda atas keterlambatannya.

Ia menambahkan untuk komoditas bauksit, dari rencana 12 fasilitas pemurnian, empat smelter sudah beroperasi dan delapan lainnya dalam tahap pembangunan.

Namun, lanjut Arifin, berdasarkan peninjauan di lapangan, terdapat perbedaan yang signifikan dengan hasil verifikator independen.

"Pada tujuh lokasi smelter masih berupa tanah lapang, walaupun dalam laporan hasil verifikasi ditunjukkan kemajuan pembangunan berkisar antara 32 persen hingga 66 persen," ungkapnya.

Menurut Menteri ESDM, sebagai pertimbangan untuk kelanjutan pembangunan fasilitas pemurnian, saat ini tengah diselesaikan rancangan peraturan Menteri ESDM terkait kelanjutan pembangunan fasilitas pemurnian.

Substansi aturannya antara lain memberikan kesempatan kepada pemegang izin usaha pertambangan (IUP)/izin usaha pertambangan khusus (IUPK) mineral logam untuk menjual hasil pengolahan ke luar negeri sampai Mei 2024 pada komoditas tembaga, besi, timbal, seng, dan lumpur anoda hasil pemurnian tembaga, dengan progres pembangunan fasilitas pemurniannya telah mencapai 50 persen per Januari 2023 dan akan dapat dicabut apabila tidak menunjukkan kemajuan pembangunan fasilitas pemurniannya.

"Pelaksanaan hilirisasi harus dilaksanakan dengan pengawasan yang terukur dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," jelasnya.

Sementara itu, terkait masih belum selesainya beberapa perusahaan membangun smelter, Arifin menjelaskan pemerintah telah mengeluarkan Kepmen ESDM No 89 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri dan penambahan waktu ekspor tetap dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundangan serta mengenakan sanksi pada badan usaha.

Pengenaan denda yang diberikan tersebut berupa penempatan jaminan kesungguhan lima persen dari total penjualan periode 16 Oktober 2019 hingga 11 Januari 2022 dalam rekening bersama (escrow account).

Apabila sampai 10 Juni 2024 tidak mencapai 90 persen dari target, maka jaminan kesungguhan disetorkan kepada kas negara.

Pengenaan denda administratif atas keterlambatan pembangunan sebesar 20 persen dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi COVID-19 berdasarkan laporan verifikator independen, paling lambat disetorkan pada 60 hari sejak Kepmen ESDM No. 89 Tahun 2023 berlaku (16 Mei 2023) dan pemegang IUP/IUPK yang melakukan ekspor pada periode perpanjangan akan dikenakan denda yang diatur lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan.

Baca juga: Kemenperin jaga industri smelter terus berkembang

Baca juga: Industri smelter andalan dongkrak ekspor logam

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023