Inpres ini lingkupnya tertib sipil. Karenanya, ketika dalam penanganan konflik dengan melibatkan aparat TNI, maka kendali tetap di Polri. Dalam tertib sipil, komando ada di Polri (meski ada perbantuan pasukan dari TNI),"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, mengatakan, komando pengendali instruksi Presiden (Inpres) No 2/2013 tentang Peningkatan Efektivitas Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri berada di tangan kepolisian.

"Inpres ini lingkupnya tertib sipil. Karenanya, ketika dalam penanganan konflik dengan melibatkan aparat TNI, maka kendali tetap di Polri. Dalam tertib sipil, komando ada di Polri (meski ada perbantuan pasukan dari TNI)," kata Djoko usai rapat Pleno Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan, inpres ini terbit dilandasi dua faktor, yakni meningkatkan eskalasi konflik sosial pada 2012 dan ketidaktuntasan penyelesaiannya.

"Itulah kenapa harus ada peningkatan efektifitas penanganan keamanan," katanya.

Inpres tersebut juga telah mengacu pada sejumlah undang-undang yang telah ada, seperti UU tentang TNI, UU tentang Polri, dan UU tentang Penanganan Konflik Sosial, serta UU tentang Pemerintah Daerah.

Djoko mencontohkan, dalam kondisi tertentu bila aparat Polri terlambat ada di lokasi konflik, maka siapa pun bisa langsung bergerak untuk menanganinya. Di tingkat daerah, gubernur melakukan koordinasi dengan aparat keamanan untuk penanganannya.

"Penanganan konflik pada tahap awal, itu bisa siapa saja. Tapi selanjutnya diserahkan ke Polri karena dalam penanganan konflik, Polri tetap yang terdepan," ucapnya.

Di tempat yang sama, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, mengatakan, Inpres yang baru disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (28/1) lalu itu tidak berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional.

Ia menyebutkan, ada tingkatan-tingkatan keamanan, yakni ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, sementara inpres ini terkait dengan gangguan, dimana lingkupnya masih tertib sipil.

Jenis gangguan beragam jenisnya, seperti, konflik horizontal, vertikal, pilkada. Adanya inpres ini, menurutnya memberikan empowerment ke pemda setempat untuk aktif dalam penanganan gangguan.

Oleh karena itu, Inpres ini berbeda dengan rancangan UU Keamanan Nasional. "Kalau UU Kamnas itu lingkupnya luas sekali. Ada ancaman eksternal, internal, individu. Jadi ini tak ada kaitannya dengan UU Kamnas. Kamnas kan untuk menangani ancaman," jelasnya.

Dalam Inpres tersebut diatur mengenai pencegahan, penindakan, rehabilitasi. Untuk penindakan, maka itu merupakan wewenang instansi yang ada di lapangan yang bisa saja terdiri dari Polri, TNI, BIN, Satpol PP.

"Posisi Kemhan ada di pencegahan dan rehabilitasi. Pencegahannya mengadakan persuasif ke pemda, daerah-daerah yang diperkirakan ada konflik/gangguan. Atau pada waktu sudah terjadi penindakan, pre dan pasca-konflik kita masuk. Sedangkan pada waktu konfliknya sendiri, yakni TNI, Polri dan sebagainya," kata Menhan.
(S037/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013