Magelang (ANTARA News) - Masyarakat lereng Gunung Merapi fasih membaca gerakan angin yang membawa semburan awan panas sebagai salah satu petunjuk alam bagi mereka untuk menyelamatkan diri. "Kalau warga di sini keluar rumah melihat awan panas, hal itu bukan semata-mata menonton awan panas, tetapi mereka memperhatikan arah gerakan angin yang membawa awan panas," kata tokoh spiritual lereng Gunung Merapi dari Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Sitras Anjilin, di Magelang, Senin. Saat warga setempat mendapatkan informasi adanya semburan awan panas, katanya, mereka segera mencari tempat leluasa untuk menyaksikan gerakan awan panas itu. Ia mengatakan tempat leluasa untuk mewaspadai gerakan awan panas itu misalnya halaman rumah, pematang sawah atau jalan desa. Gerakan angin yang membawa awan panas itu, kata Sitras yang juga salah satu pewaris pengelolaan Padepokan "Tjipto Boedoyo Tutup Ngisor" itu, menjadi salah satu acuan kuat warga lereng Merapi untuk memutuskan bertahan di desanya atau secepatnya menyelamatkan diri dengan cara mengungsi ke tempat yang lebih aman. Padepokan itu didirikan tahun 1937 oleh almarhum Romo Yoso Sudharmo (meninggal 6 Mei 1990,red,) terdiri atas komunitas Dusun Tutup Ngisor. Mereka hingga kini melestarikan dan mengembangkan tradisi budaya serta kesenian rakyat lereng Gunung Merapi. Semburan awan panas selalu didahului luncuran lava pijar. Awan panas biasanya tertiup angin dan terkadang menimbulkan hujan abu. Hingga saat ini, kata dia, warga setempat belum ada yang mengungsi terkait peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Merapi. Tutup Ngisor terletak sekitar 10 kilometer sebelah barat puncak Gunung Merapi, berada di kawasan tepian Kali Senowo yang aliran airnya berhulu di kaki Merapi. Dikatakannya masyarakat setempat hingga saat ini tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan bahaya erupsi Gunung Merapi. Sitras Anjilin mengemukakan turunya binatang hutan dari kawasan puncak ke sekitar desa itu juga sebagai salah satu tanda penting bagi masyarakat terkait bakal terjadi bahaya Merapi. "Tetapi sampai sekarang belum terlihat hewan yang turun, apalagi kera. Binatang seperti harimau dan kijang biasanya turun ke tempat yang aman atau di sekitar perkampungan penduduk kalau akan terjadi bahaya," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006