mendengar pabrik dibuka, kami sangat senang dan bersemangat untuk kembali menanam tebu,
Cirebon (ANTARA) - “Ini mukjizat,” kata Mae Azhar, petani tebu, menanggapi dioperasikannya kembali Pabrik Gula (PG) Sindanglaut, Cirebon, Jawa Barat.

Pabrik gula yang terletak di Desa Cipeujeuh Wetan, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, sempat ditutup oleh perusahaan PG Rajawali II, anak usaha BUMN ID FOOD, pada tahun 2020.

Alasan penutupan itu lantaran kekurangan bahan baku untuk digiling karena pasokan tebu PG Sindanglaut 100 persen dari petani sehingga ketika harus ditutup, para petani tebu pun kelimpungan.

Pada tahun 2018, atau 2 tahun sebelum ditutupnya PG Sindnglaut, lahan tebu petani hanya tersisa 2.489 hektare. Setahun kemudian pada 2019 juga menurun menjadi 2.244 hektare. Padahal ketika harga tebu sedang baik, lahan tebu petani bisa mencapai 4.420 hektare.

Penurunan luas lahan tebu petani disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, harga gula rendah, isu penutupan PG Sindanglaut, dan beralihnya petani untuk menanam komoditas lain yang lebih menguntungkan.

Mae Azhar yang pernah masuk sebagai pengurus Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat itu mengatakan petani yang bergantung pada PG Sindanglaut jumlahnya sangat banyak sehingga ketika pabrik tersebut ditutup mereka harus menyesuaikan kembali.

“Kami juga terus mengajukan penolakan penutupan, tapi perusahaan berkeras menutup dengan alasan efisiensi,” kata Azhar mengenang upaya petani mempertahankan PG Sindanglaut beroperasi.


Petani merugi

Setelah proses penutupan PG Sndanglaut dilakukan pada musim giling tahun 2020, para petani harus menggiling hasil cocok tanamnya ke PG Tersana Baru yang jaraknya mencapai 21 kilometer dari PG Sindanglaut.

PG Tersana Baru juga dimiliki oleh PG Rajawali II, anak usaha BUMN IDE FOOD. Pabrik gula tersebut merupakan warisan penjajah Belanda dan mesin yang digunakan hingga saat ini juga masih sama, meski ada perawatan.

Berpindahnya penggilingan gula membuat para petani yang berada di enam kecamatan seperti Kecamatan Mundu, Lemahabang, Greged, Karangsuwung, Pangenan, dan Japura harus mengeluarkan ongkos angkut lebih banyak lagi.

Selain itu PG Tersana Baru juga tidak memiliki lori sehingga biaya angkutan tebu mengalami pembengkakan, sebab sopir harus antre terlebih dahulu, dan bahkan sampai menginap ketika banyak bongkaran.

Tiga tahun setelah giling tebu di PG Tersana Baru selalu mengalami kerugian, terutama ongkos angkutan, karena tidak ada lori maka petani juga harus memberikan uang lebih ke sopir.

Bukan hanya Mae Azhar. Petani lainnya pun merasakan dampak setelah PG Sindanglaut ditutup, seperti dialami oleh Didi Junaidi. Ia bahkan tidak menanam tebu untuk masa giling tahun 2023, karena selama 3 tahun sudah mengalami kerugian cukup besar.

Biaya angkut dan tebang menjadi permasalahan karena naik dua kali lipat bila dibandingkan ketika digiling di PG Sindanglaut. Untuk per kuintal tebu jika digiling di PG Sindanglaut biayanya hanya Rp2.500, namun ketika digiling di PG Tersana Baru petani harus mengeluarkan Rp5.000 per kuintal.
Lahan tebu milik petani yang sedang dilakukan penebangan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. ANTARA/Khaerul Izan
Ongkos angkut dan tebang bukan menjadi salah satu keluhan petani, melainkan harga gula pada waktu itu juga tidak stabil sehingga secara bisnis menanam tebu sangat tidak menguntungkan.

“Makanya saya pada tahun kemarin tidak menanam tebu sehingga pada musim giling tahun 2023 dipastikan libur karena selalu rugi. Jadi secara bisnis suda tidak baik, apalagi bagi kami yang hanya menanam tebu 3-4 hektare,” kata Didi.


Kembali beroperasi

Musim giling tahun 2023 menjadi angin segar bagi para petani tebu di Kabupaten Cirebon dan sekitarnya, pasalnya PG Sindanglaut yang sempat ditutup dipastikan kembali dioperasikan.

Pengoperasian kembali PG Sindanglaut ini karena minat petani untuk menanam tebu kembali meningkat, bahkan pada tahun 2022 masa giling tebu di PG Tersana Baru mencapai 180 hari.

Kondisi tersebut sangat tidak ideal dan menunjukkan adanya kelebihan bahan baku tebu rakyat yang ada di Kabupaten Cirebon sehingga perusahaan pelat merah itu memutuskan untuk kembali membuka atau mengoperasikan PG Sindanglaut, agar dapat menyerap bahan baku tebu dari para petani.

Selama penutupan PG Sindanglaut, PG Rajawali masih terus merawat peralatan dan mesin sehingga ketika dibuka kembali perusahaan tidak terlalu besar berinvestasi di pabrik tersebut.

PG Sindanglaut per hari membutuhkan bahan baku sebanyak 1.800 ton tebu untuk diproduksi menjadi gula. Pada saat dilakukan penutupan, tebu petani tidak bisa menutupi kebutuhan sehingga perusahaan terpaksa menutup pabrik dan mengalihkan ke PG Tersana Baru.

"Pada 2020,  kami memang melakukan penutupan karena bahan baku tidak ada. Untuk kebutuhan per hari di PG Sindanglaut itu mencapai 1.800 ton. Sedangkan pada tahun 2022 bahan baku yang digiling di PG Tersana Baru berlebih. Efeknya, masa giling terlalu panjang yaitu mencapai 180 hari, padahal idealnya itu 120-150 hari sehingga perusahaan kembali mengoperasikan PG Sindanglaut,” kata Sekretaris Perusahaan PG Rajawali II Cirebon Karpo Budiman Nursi.

Produksi gula di PG Rajawali II terus membaik setelah pada tahun 2020 melorot karena adanya penutupan PG Sindanglaut akibat kekurangan bahan baku. Kemudian pada tahun 2021 mengalami peningkatan produksi gula menjadi 54 ribu ton.

Setahun kemudian pada musim giling tahun 2022 produksi gula PG Rajawali II mencapai 70 ribu ton sehingga pada musim giling tahun 2023 target itu ditambah menjadi 87 ribu ton.

PG Rajawali II kini mengandalkan tiga pabrik, dua untuk tebu rakyat yaitu di PG Sindanglaut, dan PG Tersana Baru yang berada di Kabupaten Cirebon, aedangkan satu pabrik lagi yaitu PG Jatitujuh di Kabupaten Majalengka khusus memproduksi tebu milik perusahaan.


Angin segar

Pengoperasian PG Sindanglaut menebarkan aroma manis bagi para petani setelah 3 tahun lamanya mengalami kerugian yang tidak sedikit sehingga harapan petani kini hidup kembali.

Mereka mengaku bersemangat untuk bercocok tanam tebu kembali, mengingat kepastian giling lebih dekat, juga mengharapkan keuntungan yang selama ini telah hilang kembali ke pangkuan.

“Setelah kami mendengar bahwa pabrik dibuka, tentu sangat senang dan bersemangat untuk kembali menanam tebu, apalagi harga juga sedang baik,” kata Didi.

Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon mendata luas lahan tebu milik petani di daerah itu terus mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi naiknya harga gula dan juga dioperasikan kembali PG Sindanglaut.

Luas tanaman tebu tahun 2023 yaitu 4.697 hektare mengalami kenaikan 531 hektare dibandingkan tahun 2022 yakni seluas 4.166 hektare. Peningkatan luas lahan tebu milik petani itu karena adanya kepastian harga gula sehingga petani kembali semangat untuk menanam komoditas tersebut.

Distan mencatat 3tahun lalu, komoditas tersebut terus mengalami penurunan minat petani karena harga gula yang murah ketika musim giling sehingga banyak dari petani tebu beralih menanam komoditas lainnya.

Selian itu, juga dipengaruhi tutupnya Pabrik Gula (PG) Sindanglaut, padahal pabrik tersebut merupakan penampung utama hasil tebu rakyat.

"Kenaikan luasan lahan tebu terjadi karena naiknya harga jual gula kristal putih dan diaktifkannya kembali PG Sindanglaut," kata Kepala Bidang Hortikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Durahman J. Supena.

Petani tebu saat ini sedang bahagia dan berharap harga jual gula milik petani tetap tinggi.

Selain itu, swasembada pangan, terutama gula, diharapkan segera dapat diwujudkan sehingga negeri agraris ini tidak perlu impor gula lagi.



Editor: Achmad Zaenal M

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023