Jakarta (ANTARA) -
Pakar Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Yeyen Anggraeni memaparkan bahaya limbah plastik bagi tubuh pada diskusi bersama radio kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

"Dampak limbah plastik bagi kesehatan bisa menyebabkan karsinogenik (zat yang dapat memicu pertumbuhan kanker), juga kerusakan organ, hepatitis, bahkan gangguan pada ibu hamil dan anak," kata Yeyen pada diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Menteri LHK tegaskan komitmen Indonesia kurangi limbah padat di laut
 
Diskusi tentang limbah plastik ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada Senin (5/6).
 
Yeyen menjelaskan, plastik yang tidak terurai sempurna dapat mencemari lingkungan yang pada akhirnya mengganggu alur perjalanan makanan dan penggunaan air.
 
"Gangguan pada ibu hamil misalnya, dari proses plastik yang tidak terurai secara sempurna bisa mengganggu ketersediaan air bersih atau bahan makanan, yang akhirnya termakan oleh sang ibu dan bisa mengganggu tumbuh kembang bayi, selain itu juga bisa hepatitis, kanker, dari bahan-bahan kimia yang terdapat dalam kandungan plastik tersebut," paparnya.

Baca juga: KLHK minta Kemendag perjelas detail HS Code
 
Dia juga menjelaskan bahaya dari tumpukan sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik terhadap lingkungan dan kesehatan tubuh.
 
"Dari segi lingkungan, tumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik, akan tergenang di air, masuk ke sel air, membuat saluran air tersumbat sehingga terjadi pendangkalan sungai, akhirnya menyebabkan banjir," ujar dia.
 
"Dari segi kesehatan, dapat memicu penyakit demam berdarah. Air yang menggenang di dalam plastik yang tidak terurai itu bisa jadi tempat perindukan nyamuk, sehingga bisa menyebabkan DBD," lanjutnya.

Baca juga: Praktik ekonomi sirkular dinilai bisa membantu pengelolaan sampah
 
Selain itu, ia juga memaparkan bahaya penyakit leptospirosis, yakni penyakit yang ditimbulkan dari bakteri pada air seni hewan, dalam hal ini tikus yang kebiasaannya senang berada di tumpukan sampah.
 
Yenny menambahkan, selain DBD dan leptospirosis, limbah plastik juga berbahaya bagi sistem pernafasan karena plastik yang tidak terurai dengan sempurna bisa menyebabkan mikroplastik.
 
"Plastik yang tidak terurai dengan sempurna itu bisa menyebabkan microplastik, yakni bentuk plastik yang sangat kecil kurang dari 5 mm, bisa mengganggu jika terbang ke udara dan terhirup oleh manusia, bisa masuk ke saluran paru-paru," katanya.

Baca juga: Kerajinan tas anyaman limbah plastik produksi Pati tembus pasar ekspor
 
Untuk itu, Yenny menyarankan pentingnya untuk terus menggalakkan edukasi tentang 3R (Reduce, Reuse, Recycle) secara berkelanjutan, dimulai dari lingkungan rumah tangga.
 
"Konsep prinsip pengolahan sampah, yang paling sederhana itu 3R. Di rumah tangga bisa dimulai dengan memilah sampah organik dan anorganik. Sampah plastik pilah ke anorganik, lalu kemana kita bisa membuang sampah plastik ini? Bisa didaur ulang sendiri atau beri ke bank sampah yang saat ini sudah banyak disediakan oleh lembaga atau perusahaan untuk dijual, kita bisa dapat uang dari sampah plastik," tuturnya.

Baca juga: Mengolah sampah dari limbah menjadi duit
 
Kemudian, yang kedua adalah reuse, yakni dengan membawa tempat bekal sendiri, wadah minum atau tumbler, dan tas belanja sendiri.
 
Terakhir adalah recycle, yakni menanfaatkan botol plastik yang dapat digunakan untuk bahan-bahan pengganti pot, atau sebagai bahan eco brick, yakni memanfaatkan plastik sebagai bagan bangunan pengganti batu bata yang dapat dibuat secara mandiri.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2023