Jakarta (ANTARA) - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyarankan pemerintah untuk melarang korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terbang ke luar negeri dengan menggunakan paspor selama lima tahun sebagai upaya melindungi masyarakat pergi bekerja secara ilegal.

“Bahkan saya tawarkan ke pihak imigrasi, hasil-hasil pencegahan yang kita cegah, yang belum berangkat atau mereka yang berangkat ke luar negeri, seperti kasus Thailand, Myanmar, Kamboja, Korban penempatan TPPO, mereka harus di banned lima tahun paspornya,” kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani usai Konferensi Pers Apresiasi Terhadap Satgas TPPO yang Dibentuk Kapolri di Jakarta, Kamis.

Benny mengusulkan upaya tersebut karena adanya temuan korban TPPO yang pernah berhasil diselamatkan dan telah dipulangkan ke daerah asalnya, justru ditemukan kembali ketika pemerintah melakukan penggrebekan di tempat penangkapan.

Hal ini membuktikan bahwa dalam memulangkan korban, para sindikat atau mafia TPPO masih berani datang kembali untuk mengajak mereka bekerja secara ilegal ke luar negeri dengan iming-iming yang menyesatkan.

Temuan lainnya bersama Kementerian Luar Negeri adalah ada beberapa PMI yang telah lama bekerja di luar negeri, sengaja mendaftarkan diri ke dalam program pemulangan korban TPPO agar bisa mendapatkan tumpangan secara gratis.

Baca juga: BP2MI: Keterlibatan Polri perkuat pemberantasan sindikat TPPO

Melihat kasus-kasus di lapangan itu, Benny menilai jika adanya larangan terbang selama lima tahun bisa dijadikan sebagai upaya melindungi masyarakat dan mempersulit sindikat memberangkatkan korban-korban yang sudah diincar tempat yang bukan menjadi negara penempatan.

Sindikat akan kesulitan memberangkatkan warga negara karena paspor yang berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara resmi dinyatakan dilarang digunakan oleh negara.

“Di banned lima tahun artinya dia pada posisi tidak bisa memiliki paspor untuk tujuan berangkat bekerja secara ilegal. Kalau itu tidak dilakukan, kita hanya jadi seperti pemadam kebakaran yang mencegah, memulangkan setelah itu mereka (berpotensi) diberangkatkan kembali,” katanya.

Saran lain yang Benny tawarkan terutama pada pihak imigrasi adalah memberlakukan kebijakan ticket return yakni kebijakan meminta penumpang untuk membeli tiket pulang-pergi sekaligus ketika akan berpergian ke luar negeri.

Cara ini dianggap juga bisa menyulitkan para pelaku untuk memberangkatkan masyarakat, karena harus mengeluarkan biaya dua kali lebih besar bagi setiap korbannya. Hal ini juga efektif bisa membuktikan bahwa masyarakat yang pergi dengan menggunakan visa turis, benar-benar pergi untuk melancong.

“Kalau dia benar pergi untuk jadi turis, umroh, dia tidak akan keberatan untuk membeli satu tiket sebelum dia terbang, karena akan tetap digunakan ketika dia kembali. Tapi kalau dia ilegal, dibiayai bandar, itu pasti bandar keberatan karena modus operandi ilegal adalah one way ticket, pakainya visa turis, visa umroh tapi dipastikan mereka tidak membeli tiket pulang,” ujarnya.

Lebih lanjut Benny mengatakan bila kedua saran sudah disampaikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim. Sarannya pun mendapatkan dukungan dari pihak terkait, meski kini masih menunggu keputusan lebih lanjut.

“Yang pasti penegakan hukum yang revolutif, itu yang saya maksud. Ini penting, sekarang sudah ketangkap beberapa calo-calo di lapangan, kita tinggal tarik benang merahnya. Dia dibayari siapa, siapa yang di atasnya, seret, penjarakan mereka,” ucapnya.

Baca juga: Legislator Jabar minta kepolisian usut tuntas kasus TPPO di Garut

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023