Washington/Dubai (ANTARA) - Amerika Serikat dan Iran pada Kamis (8/6) menyangkal laporan yang menyebut kedua negara itu hampir mencapai kesepakatan sementara yang akan membatasi program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.

"Laporan itu salah dan menyesatkan," kata seorang juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, merujuk pada artikel di situs Middle East Eye yang berbasis di London.

"Setiap laporan tentang kesepakatan interim adalah salah," katanya, menambahkan.

Diplomat Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga meragukan laporan itu dengan mengatakan, "Komentar kami sama dengan komentar Gedung Putih",

Para pejabat AS dan Eropa telah mencari cara untuk membatasi program nuklir Teheran sejak pembicaraan tidak langsung AS-Iran gagal menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 yang diteken oleh kedua negara itu bersama Inggris, China, Prancis, Jerman, dan Rusia.

Perjanjian itu, yang bertujuan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir, mensyaratkan Teheran untuk menerima pembatasan terhadap program nuklirnya dan pengawasan yang lebih ketat dari PBB sebagai imbalan penghentian sanksi dari PBB, AS, dan Uni Eropa.

Salah satu kemungkinan solusi adalah kesepakatan sementara yang mengharuskan Iran membatasi sebagian program nuklirnya untuk menerima sanksi yang lebih ringan daripada perjanjian pada 2015 itu.

Mengutip dua sumber anonim, Middle East Eye melaporkan bahwa Iran dan AS telah "mencapai sebuah perjanjian dalam bentuk kesepakatan sementara" untuk dibawa ke para pemimpin mereka.

Iran dilaporkan akan menghentikan pengayaan uranium ke tingkat kemurnian 60 persen atau di atasnya, serta terus bekerja sama dengan lembaga pengawas nuklir PBB. Sebagai imbalannya, Iran diperbolehkan mengekspor hingga 1 juta barel minyak per hari dan akses ke "pendapatan dan dana yang dibekukan di luar negeri."

Harga minyak sempat jatuh 3 dolar AS (sekitar Rp44.525) lebih per barel setelah laporan Middle East Eye itu diterbitkan, tetapi harga kembali naik setelah Gedung Putih menyangkalnya.

Situs berita itu menyatakan perundingan tersebut dipimpin utusan khusus AS untuk Iran Rob Malley dan Duta Besar Iran untuk PBB Amir Saeid Iravani.

Langkah itu bertolak belakang dengan sikap Iran yang selama ini menolak berbicara langsung dengan pejabat AS.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menolak mengomentari perundingan itu dan mengatakan bahwa pihaknya memiliki cara untuk meneruskan pesan ke Iran.

Namun, dia mengatakan tidak akan mengungkapkan secara rinci isi pesan atau bagaimana pesan itu disampaikan.

Dua pejabat Iran mengatakan kepada Reuters bahwa ada kemajuan tetapi belum ada perjanjian yang disepakati.

Pejabat Iran lainnya mengungkapkan bahwa Malley dan Irvani bertemu setidaknya tiga kali dalam beberapa pekan terakhir, tetapi tidak menjelaskan lebih jauh.

"Ada beberapa kemajuan dan kami saling bertukar usulan dan pesan dengan Amerika," kata seorang pejabat senior Iran.

"Namun, tetap saja masih banyak detail yang masih perlu dibahas," katanya, menambahkan.

Perjanjian 2015, yang membatasi pengayaan uranium Iran pada tingkat 3,67 persen, ditinggalkan pada 2018 ketika Presiden AS saat itu, Donald Trump, memberlakukan kembali sanksi untuk menghambat ekspor minyak Iran.

Sejak itu, Iran telah mengumpulkan persediaan uranium yang diperkaya hingga ke tingkat 60 persen, dan pengawas nuklir PBB menemukan jejak pengayaan sampai 83,7 persen, mendekati angka 90 persen yang dinilai sebagai kelas bom.

Sumber: Reuters

Baca juga: IAEA bantah tuduhan penurunan standar dalam investigasi nuklir Iran
Baca juga: Israel tuding lembaga pengawas nuklir PBB tak becus awasi Iran

 

Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023