Suruh saja Pak Jokowi sekarang bersih-bersih Monas.
Jakarta (ANTARA News) - Mantan bendahara umum Partai Demokrat Nazaruddin yakin bahwa Anas Urbaningrum akan ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan, pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON) Hambalang.

"Suruh saja Pak Jokowi sekarang bersih-bersih Monas. Jadi manakala ada orang yang mau digantung kan sudah bersih Monasnya," kata Nazar saat memasuki gedung KPK Jakarta, Kamis.

Kedatangan Nazar ke gedung KPK untuk memenuhi panggilan lembaga anti korupsi itu untuk dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Djoko Susilo dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Saat dirinci mengenai pernyataannya mengenai Anas, Nazar enggan menanggapinya dan segera memasuki gedung KPK.

Nama Anas Urbaningrum dalam beberapa hari ini menjadi perhatian publik, terutama setelah beredarnya dokumen yang diduga surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Anas.

Sebelumnya pada Sabtu (9/2), beredar dokumen dengan kepala surat berjudul "Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi" yang menetapkan bahwa Tersangka Anas Urbaningrum selaku anggota DPR periode 2009-2014. Anas dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Surat tersebut ditandatangani oleh tiga orang pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja.

Menanggapi hal itu, KPK menggelar rapat pimpinan (Rapim) guna mengusut dokumen yang diduga merupakan surat perintah penyidikan (sprindik) Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

"Rapat pimpinan KPK saat ini sedang dilakukan, isinya adalah KPK melakukan validasi atas dokumen yang berkembang apakah benar milik KPK atau palsu," kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (11/2).

KPK menilai jika dokumen itu milik KPK, dokumen tersebut bukan sprindik melainkan dokumen proses administrasi sebelum satu sprindik diterbitkan. Sehingga dokumen itu semacam `draft` persetujuan, karena dokumen itu tidak bernomor dan tidak lengkap tanda tangan seluruh pimpinan KPK.

Johan menjelaskan satu sprindik selalu diumumkan kepada masyarakat dan pihak yang menandatangani hanya satu orang pimpinan bukan lima orang seperti kolom yang tersedia dalam dokumen yang beredar luas tersebut.
(I028)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013