Munich (ANTARA News) - Kota Munich, digunakan oleh panitia penyelenggara Piala Dunia FIFA 2006 sebagai tempat acara pembukaan perhelatan akbar kejuaraan sepakbola tim terbaik di seluruh dunia dan sekaligus pertandingan perdana antara tim tuan rumah Jerman dan Kosta Rika yang berakhir 4-2 untuk kemenangan tim tuan rumah. Orang Jerman menyebut kota Munich yang terletak dekat sungai Isar itu dengan nama Munchen yang berasal dari nama kota kecil Munichen yang berarti biara, merupakan ibukota negara bagian Bayern dengan penduduk 1,3 juta jiwa, terbesar ketiga setelah Berlin dan Hamburg. Di tengah-tengah kota Munich banyak dijumpai bangunan kuno seperti istana, benteng dan gereja berarsitektur Barok serta monumen bersejarah dan juga katedral tua yang memiliki daya tarik tersediri, di antaranya terdapat menara kembar seperti kubah mesjid dengan hiasan Gothik yang terbuat dari bata merah. Pemandangan kota Munich dengan katedralnya akan terlihat lebih indah dengan latar belakang pegunungan Alpens di mana bertebaran rumah-rumah tradisional di lereng gunung, ujar Ahyahudin Sodri, pria lajang yang lama bermukim di Munich. Munich pernah menjadi tuan rumah Olimpiade ke-20 tahun 1972 yang merupakan penyelenggaraan olimpiade pada era moderen, yang sayangnya sempat tercemari dengan adanya peristiwa Black September, sebuah peristiwa paling kelam dalam sejarah pesta olahraga di dunia. Sebelas atlet asal Israel diculik dan dibunuh oleh sebuah kelompok yang dikenal dengan nama Black September. "Di dekat flat itu atlet Israel dibunuh," ujar Ahya menunjuk dari kejauhan komplek bangunan rumah susun. Pada acara pembukaan Piala Dunia, kota Munich menjadi lautan bendera Jerman yang berwarna Merah, Kuning dan Hitam. Warna bendera itu ada di mana-mana, di kaos baju yang dikenakan oleh suporter Jerman yang ditemui di stasiun kereta api antarkota, kereta api bawah tanah dan di jalan-jalan dan juga di kedai-kedai minum. Kemeriahan Piala Dunia baru terasa geliatnya. "Sepekan lalu masih sepi, belum ada apa-apa," ujar Ahya yang dikenal dengan panggilan Kang Ahya oleh teman-temannya di Munich. Apalagi ketika saya menunggu Kang Ahya di Marienplaz, yang merupakan jantung kota Munich, terlihat keramaian dan keceriaan menyambut pesta insan pesepakbola dunia itu sangat terasa. Serombongan remaja Jerman memainkan alat musik seperti terompet berkeliling di sekitar Marienplaz di mana dari kejauhan terlihat menjulang kubah Kathedral dan Mary`s Column. Sementara di sekitarnya terdapat bangunan tua yang digunakan sebagai Town Hall. Tiga orang gadis dengan wajah yang eksotik mengenakan kaos ketat dengan tulisan Brazil ikut menari melenggak-lenggokkan badan mengiringi irama musik yang dimainkan oleh segerombolan pemuda Jerman. Sementara di sisi lain tampak para wartawan televisi mewawancari serombongan pemuda yang mengenakan kaos bertuliskan England. Di kafe yang ada di pinggir plaza, dua orang bapak tua mengenakan topi lebar khas Meksiko sedang menghirup minuman kopi. Pada saat itu Marienplaz menjadi tempat kosmopolitan, wajah-wajah dari berbagai bangsa tumplek di tengah-tengah plaza yang tidak terlalu luas itu, apalagi para pekerja sedang memasang panggung yang akan digunakan untuk pertunjukan musik. Sementara menunggu Kang Ahya yang datang bersama M Ridwan, mantan pegawai IPTN yang hengkang sebelum perusahaan penerbangan itu kolap, saya pun mengagumi keindahan bangunan di sekitar Marienplaz sambil menikmati buah strawberry dan manis dijual di sekitar plaza. Keindahan di sekitar Marienplaz membuat wisatawan mancanegara menjuluki kota Munich dengan sebutan "Marvellous Munich" atau Munich yang mempesona, karena di kota itu bertebaran gedung-gedung antik peninggalan berbagai abad. Munich juga mengilhami sutradara ternama Steven Spielberg membuat film yang diadaptasi dari novel fiksi yang berjudul "Vengeance". Film yang bertemakan politik mengundang protes itu mengangkat peristiwa pasca pembantaian Olimpiade Munich 1972 yang melibatkan intelijen Israel Mossad. Terperangkap di bawah tanah Sedianya saya ingin menyaksikan acara resmi pembukaan pesta olahraga sepakbola di stadion Allianz Arena, namun karena tidak memiliki tanda maupun undangan, saya pun mengikuti arus masyarakat Jerman yang menuju ke stadion Olimpic Park. Di sini dipasang televisi layar lebar untuk menyaksikan acara pembukaan pesta olahraga sepakbola dunia itu. Mulai dari stasiun kereta api bawah tanah yang menuju Olimpic Park penuh sesak, mereka berbondong masuk ke dalam gerbong yang sudah penuh itu. Beberapa jalur kereta yang akan menuju ke arah Olimpic Park sangat padat. Bahkan saat saya berada di dalam kereta api bawah tanah menuju Olimpic Park, sempat terperangkap beberapa lama. Dari pengeras suara terdengar bahwa kereta masih antre untuk berhenti di stadion Olimpic Park. Stadion Olimpiade yang kini menjadi markas Bayern Munchen itu menjadi lautan bendera Jerman yang berwarna merah, kuning hitam itu, tidak saja dikenakan oleh orang Jerman tetapi juga masyarakat Indonesia yang lama tinggal di Munich. Keluarga Indonesia-Jerman Marlina Siregar dan dua anak hasil pernikahan dengan Ulrich Leicht serta Mbak Uci yang bekerja di Siemen ikut dalam keramaian dan berdesak-desakan dalam kereta api bawah tanah menuju stadion Olimpic mengenakan atribut bendera Jerman, `Ya kami harus mendukung tim tuan rumah dong,` ujar Marlina asal Aceh yang dibesarkan di Medan. Di komplek Olimpic Park itu juga terdapat Olimpic Tower. Dari atas gedung dengan ketinggian 290 meter itu terdapat restoran berputar yang dibuka sampai jam 12 malam. "Saya pernah makan di restoran yang menu termurahnya berharga 50 euro, ujar Ahya dan menambahkan bahwa dari atas menara akan terlihat keindahan kota Munich.(*)

Oleh Oleh Zeynita Gibbons, Wartawan
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006