Hingga Jumat pukul 17.58 WIB sudah ada konfirmasi bahwa tidak ada gelar perkara Hambalang terkait status Anas Urbaningrum,"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan tidak ada gelar pekara terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan, pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON) Hambalang pada hari Jumat (15/2).

"Hingga Jumat pukul 17.58 WIB sudah ada konfirmasi bahwa tidak ada gelar perkara Hambalang terkait status Anas Urbaningrum," kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.

Namun dia tidak menjelaskan alasan tidak dilakukannya gelar perkara tersebut meskipun seluruh pimpinan KPK lengkap.

"Pimpinan KPK lengkap. Saya hanya menyampaikan bahwa tidak ada gelar perkara Hambalang Jumat ini," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Adnan Pandupradja mengatakan lembaganya masih mencari unsur pidana lebih tinggi terkait dugaan keterlibatan Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.

"Untuk mobil Toyota Harier sudah ada, tapi harganya kan di bawah Rp1 miliar karena perlu pendalaman," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandupradja di gedung KPK Jakarta, Rabu (13/2).

Dia mengatakan sempat menandatangani surat menuju penyidikan, namun dicabut kembali. Hal itu menurut dia karena karena tidak diawali dengan gelar perkara seperti prosedur yang sudah ada.

Pada Sabtu (9/2) beredar dokumen dengan kepala surat berjudul "Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi" yang menetapkan bahwa Anas Urbaningrum sebagai tersangka selaku anggota DPR periode 2009-2014. Anas dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Surat tersebut ditandatangani oleh tiga orang pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja.

Menanggapi hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar rapat pimpinan (Rapim) guna mengusut dokumen yang diduga merupakan surat perintah penyidikan (sprindik) Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

"Rapat pimpinan KPK saat ini sedang dilakukan, isinya adalah KPK melakukan validasi atas dokumen yang berkembang apakah benar milik KPK atau palsu," kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (11/2).

KPK menilai jika dokumen itu milik KPK, dokumen tersebut bukan sprindik melainkan dokumen proses administrasi sebelum satu sprindik diterbitkan. Sehingga dokumen itu semacam `draft` persetujuan, karena dokumen itu tidak bernomor dan tidak lengkap tanda tangan seluruh pimpinan KPK.

Johan menjelaskan sprindik selalu diumumkan kepada masyarakat dan pihak yang menandatangani hanya satu orang pimpinan bukan lima orang seperti kolom yang tersedia dalam dokumen yang beredar luas tersebut. (I028/I007)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013