Jadi, membutuhkan BBM setiap hari di angka 1,4 juta barel. Itu yang membuat impor.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti tambang dan energi Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman memandang penting Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk merealisasikan transisi energi di Indonesia.

"Proses transisi energi menjadi penting dan UU EBT akan menjadi sebuah payung hukum kalau mau melakukan proses transisi," kata Ferdy Hasiman dalam diskusi forum legislasi di kompleks parlemen, Senayan, Selasa.

Ferdy Hasiman menilai RUU itu menjadi kontrol atas penggunaan energi fosil seperti batu bara. Hal ini mengingat sektor energi Indonesia bakal mengalami krisis besar pada 10—12 tahun ke depan selama masih bertahan menggunakan energi fosil.

"Kalau kita masih tetap bertumpu pada energi fosil yang saat ini menjadi dominan utama, yang jelas 10—12 tahun lagi akan mengalami krisis besar, krisis di sektor energi," jelasnya.

Tak hanya itu, dia optimistis RUU EBT akan mempermudah proses transisi yang kerap digaungkan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Ferdy juga menilai lamanya pengesahan RUU EBT membuat ketidakpastian hukum pada sektor energi.

Kondisi yang membuat Indonesia membutuhkan RUU EBT, kata dia, produksi minyak nasional di Tanah Air setiap hari hingga setiap tahunnya makin menurun.

Dari 2002, lanjut dia, produksi minyak Indonesia masih di atas satu juta barel per hari. Namun, seiring dengan waktu produksi terus di bawah 700.000 barel per hari.

"Jadi, membutuhkan BBM setiap hari di angka 1,4 juta barel. Itu yang membuat impor," ujarnya.

Ia mewanti-wanti anggota Komisi VII DPR RI untuk tidak ragu mendorong proses transisi energi, khususnya menyelesaikan RUU EBT tersebut.

Sementara itu, anggota DPR RI Diah Nurwitasari mengatakan bahwa RUU EBT merupakan usul inisiatif DPR yang telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.

"Catatan saya, rapat terakhir sekitar akhir Februari 2023. Setelah itu, sampai hari ini belum ada lagi pembahasan tentang RUU EBT," ungkapnya.

Menurut dia, terdapat slot untuk melanjutkan pembahasan RUU EBT pada masa sidang saat ini. Komisi VII sangat bersemangat untuk segera menuntaskan RUU itu.

"Membahas RUU ini tidak hanya dari sisi DPR saja, tetapi juga dari sisi Pemerintah," ujarnya.

Diah menjelaskan bahwa Pemerintah telah mengirimkan 574 daftar inventarisasi masalah (DIM), dan baru dibahas sekitar 170 DIM.

Ia mengakui pembahasan yang belum mencapai titik temu antara DPR dan Pemerintah terkait dengan transisi energi karena ingin mendapatkan peta jalan yang jelas.

Baca juga: Anggota DPR: RUU EBT siap dibahas kembali di Komisi VII
Baca juga: Pengamat: skema "power wheeling" di RUU EBT tambah beban APBN

Pewarta: Fauzi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023