Pemerintah dinilai kurang serius melakukan intervensi pada harga komoditas....
Jakarta (ANTARA) - Pakar dari Lembaga Kajian Politik dan Pemerintahan Nagara Institute Muhammad Dian Revindo meminta pemerintah untuk lebih serius mengintervensi harga komoditas sebagai salah satu upaya untuk membangun kedaulatan pangan.

“Pemerintah dinilai kurang serius melakukan intervensi pada harga komoditas, sehingga melemahkan kebijakan kedaulatan pangan nasional. Riset Nagara Institute menegaskan bahwa intervensi pemerintah terkait kebijakan ketahanan pangan selama ini masih menitikberatkan pada subsidi terhadap input produksi seperti pupuk dan alat produksi,” kata Revindo dalam Seminar Hasil Riset bertajuk “Mendorong Kolaborasi Arah Kebijakan Pangan untuk Indonesia Emas”, di Jakarta, Kamis.

Revindo yang juga Peneliti LPEM-FEB Universitas Indonesia ini menyampaikan produksi komoditas pangan seharusnya bukan menjadi masalah, karena pangan di Indonesia diproduksi oleh jutaan petani. Demikian juga konsumen, karena jumlah penduduk Indonesia yang besar.

Namun, penelitian Nagara Institute menilai masalah utama terdapat pada harmoni permintaan dan penawaran pangan. Disebut Revindo, harga yang paling efektif seharusnya adalah harga dari pembeli, sedangkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sekarang ini diterapkan dianggap tidak masuk akal.

“HET sebagai salah satu acuan utama kebijakan menjadi tidak berdampak signifikan, karena pemerintah tidak memiliki instrumen stabilisasi harga yang memadai,” ujarnya pula.

Ia pun mencontohkan harga beras yang dinilai tidak selaras, karena konsumen lebih banyak membeli harga beras berkualitas tinggi di toko modern, sedangkan beras di pasar induk masih berkualitas medium.

“Ketidakpastian harga menyebabkan petani terpaksa untuk mengandalkan pihak ketiga untuk mengelola hasil panen,” ujarnya.

Karena harga yang tidak menentu, katanya lagi, tren pembayaran dari tengkulak lebih banyak tunai untuk gabah tebasan, bukan gabah bersih. Kenyataan tersebut kemudian menjadi penyebab disinsentif petani untuk menjual gabah bersih karena kebutuhan uang dari pembeli atau tengkulak yang berujung pada memburuknya harga di level petani.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyampaikan pembangunan ketahanan pangan yang bersifat multisektor dari aspek hulu hingga hilir harus berbasis semangat kemandirian dan kedaulatan pangan.

Setiap daerah, katanya lagi, memiliki potensi dan sumber daya pangan masing-masing yang harus dioptimalkan dan menjadi komoditas andalan daerah.

“Dengan spesifikasi komoditas pangan tersebut, didukung oleh pembangunan ekosistem terintegrasi hulu hilir, petani peternak dan nelayan akan lebih bergairah untuk berproduksi karena ada jaminan pasar dan kestabilan harga, karena kalau merugi siapa yang mau berproduksi,” ujar dia pula.
Baca juga: AMAN minta masyarakat adat perkuat gerakan ekonomi kedaulatan pangan
Baca juga: Penas XVI dan komoditas lokal untuk kedaulatan pangan


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023