Singapura (ANTARA) - Harga minyak melemah di awal perdagangan Asia pada Jumat pagi, mengambil jeda dari sesi sebelumnya ketika minyak berjangka naik tajam di tengah optimisme seputar permintaan energi yang lebih tinggi dari importir minyak mentah utama China.

Minyak mentah berjangka Brent merosot 13 sen menjadi diperdagangkan di 75,54 dolar AS per barel pada pukul 00:08 GMT, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tergelincir 10 sen menjadi diperdagangkan pada 70,52 dolar AS per barel.

Kedua harga acuan menyak tersebut melonjak sekitar tiga persen selama sesi sebelumnya.

Data pada Kamis (15/6/2023) menunjukkan throughput (tingkat pengolahan) kilang minyak China naik 15,4 persen pada Mei dari setahun sebelumnya, mencapai rekor total tertinggi kedua.

Permintaan minyak China diperkirakan akan terus bertambah pada tingkat yang pasti selama paruh kedua tahun ini, kata kepala eksekutif Kuwait Petroleum Corp.

Namun, prospek ekonomi yang lemah membayangi sentimen pasar, karena produksi industri China dan pertumbuhan penjualan ritel pada Mei meleset dari perkiraan.

Kekhawatiran seputar suku bunga juga membebani, dengan investor khawatir bahwa suku bunga yang lebih tinggi akan memperlambat ekonomi AS dan Eropa serta mengurangi permintaan minyak.

Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga ke level tertinggi 22 tahun seperti yang diharapkan pada Kamis (15/6/2023). Ini mengisyaratkan pengetatan kebijakan lebih lanjut, karena memerangi inflasi yang tinggi.

Di Amerika Serikat, data menunjukkan penjualan ritel secara tak terduga naik pada Mei, bersama dengan klaim pengangguran yang lebih tinggi dari perkiraan minggu lalu. Berita pada Kamis (15/6/2023) memangkas dolar ke level terendah lima minggu versus sekeranjang mata uang utama lainnya.

Dolar yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, yang dapat meningkatkan permintaan. Pada awal perdagangan Jumat, indeks dolar sedikit lebih tinggi.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023