Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Agung Laksono berusaha meredam konflik internal di DPR terkait pemberlakuan Perda bernuansa Islam di beberapa daerah dan meminta semua anggota DPR tidak terjebak kepentingan pada konflik yang bisa megganggu persatuan dan kesatuan bangsa. "Kita minta aggota DPR tidak terjebak pada polemik dan konflik yang tajam yang bisa mengganggu persatuan dan kesatuan nasional. Perbedaan jangan terlalu dipertajam," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis. Agung menyatakan, pihaknya tidak ingin masuk ke wilayah polemik apakah setuju atau tidak dan apakah mendukung atau tidak Perda yang bernuansa Syariat Islam. Pihaknya meminta semua pihak agar menilai perbedaan itu secara proporsional. Namun dia menjelaskan, semua perundangan-undangan termasuk erda harus didasarkan pada visi hukum nasional dan melalui proses legislasi yang resmi. Dengan demikian, produk hukum yang dikeluarkan akan memiliki asas demokrasi dan keadilan bagi masyarakat. "Jangan terlalu emosional apakah Perda-Perda itu bernuansa Syariat Islam atau tidak. saya meinta agar persoalan ini tidak dipolitisasi yang bsia merusak persatuan dan kesatuan," katanya. Politisasi akan semakin merusak suasana kebangsaan yang belum pulih benar dari krisis ekonomi dan moneter. Karena itu, persaolan ini jangan menjadi dasar bagi munculya konflik yang tajam. Agung mengingatkan bahwa Indonesia bukan negara agama, namun juga bukan negara yang berlandaskan sekulerisme. Sementara itu, Ketua Fraksi PPP Endin Soefihara menilai, permintaan 56 anggota dari 500 anggota DPR RI untuk mencabut Perda syariat Islam telah mencederai demorkasi. Pasalnya, perda-perda tersebut hadir dari porses demokrsi di daerah yang melibatkan seluruh partai politik di DPRD. "Tidak ada yang salah dari proses lahirnya Perda Syariat Islam. Seluruh partai politik di tingkat lokal terlibat dalam pembahasannya. Jadi tidak perlu DPR RI meminta Presiden mencabut sebuah aturan yang lahir dari porses demorkasi," katanya. Dia menyatakan, konstitusi Indonesia yang berdasar atas Ketuhanan YME memungkinkan lahirnya Perda bernuansa Islam. Ia menilai ke-56 orang anggota DPR yang meminta agar Presinden mancabut Perda-perda tersebut akan mencederai demorkasi dan melawan konstitusi. Menurut dia, kalau ke-56 Anggota DPR RI itu tidak setuju dengan Perda Syariat Islam, mestinya dengan cara menginstruksikan partai di daerah agar menolak di DPRD. Bukan dengan cara mendorong Presiden untuk bertindak otoriter melawan demorkasi dan kosntitusi. "Cara seperti itu kurang elegan," kata Endin.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006