Kulon Progo (ANTARA) - Pengamat Terorisme dari Indonesian Terrorist Watch Al Chaidar meminta negara-negara ASEAN mengembangkan lembaga penelitian/kajian tentang kelompok-kelompok fundamentalis dan teroris untuk ketahanan keamanan.

Al Chaidar di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, saat dihubungi, Sabtu, mengatakan ASEAN adalah wilayah yang vulnerable dari sisi keamanan di mana proxy war mudah sekali tersulut.

"Aliran-aliran radikal dan teroris masih bebas lalu lalang antarperbatasan," kata Al Chaidar.

Ia mengatakan kasus-kasus terorisme tamkin atau terorisme teritorial dan organik, seperti Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua, dan gerakan-gerakan lainnya masih menjadi bara.

Saat ini, kata dia, OPM malah terlihat terang-terangan

Untuk itu, bebernya,  ASEAN perlu mengembangkan lembaga penelitian tentang kelompok-kelompok fundamentalis dan teroris.

Baca juga: Indonesia perkuat strategi atasi terorisme bersama di ASEAN
Baca juga: Pengamat: KTT ASEAN hasilkan kesepakatan pemberantasan terorisme


Hal ini, paparnya karena proxy war biasanya masuk melalui kelompok-kelompok fundamentalis dan teroris yang bisa menyusup ke berbagai lini masyarakat.

Dia mengatakan seandainya negara-negara ASEAN ketinggalan dalam hal ini, maka akan menjadi sasaran dan mainan dari produk-produk dan program yang dibuat kontraktor-kontraktor keamanan, seperti RAND Corporation dan lain sebagainya.

"Untuk itu, memiliki pusat studi dan universitas yang fokus penelitian kepada fundamentalisme dan terorisme menjadi sangat esensial untuk dikembangkan di organisasi ASEAN," katanya.

Al Chaidar berharap Indonesia perlu menolak pemakaian Spyware Pegasus dari negara Israel yang bisa mengancam kebebasan sipil dan bisa memundurkan demokrasi.

"Ini harus ditinjau kembali untuk ketahanan dan keamanan nasional," katanya.

Pewarta: Sutarmi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023