Dubai (ANTARA) - Dimulainya gencatan senjata 72 jam yang bertujuan untuk menenangkan konflik antara faksi-faksi militer Sudan mampu meredam bentrokan di Khartoum pada Minggu pagi setelah pertempuran serangan udara semalaman, kata penduduk setempat.

Konflik antara tentara Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) telah berjalan selama dua bulan. Keduanya sepakat untuk menahan diri dari serangan dan  mencari keuntungan militer selama periode gencatan senjata, yang dimulai pukul 6 pagi waktu setempat.

Gencatan senjata juga memungkinkan pengiriman bantuan bagi warga terdampak, ujar mediator Arab Saudi dan Amerika Serikat. Beberapa gencatan senjata sebelumnya gagal menghentikan pertempuran.

Perebutan kekuasaan antara kedua belah pihak telah mengubah ibu kota menjadi zona perang yang dilanda penjarahan, memicu ledakan pertempuran di wilayah lain, dan memicu peningkatan tajam kekerasan di Darfur, Sudan barat.

Beberapa jam sebelum masa gencatan senjata dimulai, para saksi melaporkan bentrokan dan serangan udara di beberapa wilayah Khartoum dan Omdurman, salah satu dari dua kota yang berdampingan yang membentuk ibu kota yang lebih luas di pertemuan Sungai Nil.

"Situasi di Khartoum tenang, dibandingkan tadi malam dengan adanya serangan udara. Itu adalah hal yang menakutkan," kata seorang warga, Salaheldin Ahmed sambil mengungkapkan bahwa gencatan senjata ini bisa menjadi awal untuk mengakhiri konflik.

"Kami lelah. Sudah cukup perang, kematian, dan penjarahan," sambungnya.

Gencatan senjata sebelumnya yang ditengahi oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat pada pembicaraan di Jeddah telah membuka pintu pengiriman beberapa bantuan kemanusiaan karena pertempuran yang mereda, namun kedua belah pihak berulang kali melanggar perjanjian tersebut.

Konflik berawal dari perselisihan tentang rencana transisi ke pemilu di bawah pemerintahan sipil yang telah berjalan empat tahun setelah otokrat Omar al-Bashir digulingkan selama pemberontakan rakyat. Konflik telah meningkat sejak awal Juni.

Pada Senin (19/6), Jerman, Qatar, Arab Saudi, Mesir dan PBB akan menjadi tuan rumah konferensi donatur di Jenewa yang bertujuan untuk menarik janji pendanaan untuk bantuan kemanusiaan di Sudan.

PBB mengatakan separuh dari 49 juta populasi di Sudan membutuhkan bantuan kemanusiaan sekitar tiga miliar dolar AS (Rp44 triliun) hingga akhir tahun.

PBB juga meminta hampir 500 juta dolar AS (Rp7 triliun) untuk bantuan krisis pengungsi yang disebabkan oleh konflik. Lebih dari 500.000 orang telah mengungsi ke negara-negara tetangga Sudan dan hampir 1,7 juta orang mengungsi di dalam negeri.

Sumber: Reuters
Baca juga: Faksi yang bertikai di Sudan sepakati gencatan senjata baru 72 jam
Baca juga: IOM: lebih dari 2,2 juta orang mengungsi akibat konflik Sudan
Baca juga: PBB: situasi keamanan, kemanusiaan di Sudan memburuk dengan cepat

Penerjemah: Resinta Sulistiyandari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023