Beirut (ANTARA) - Meski sedang mengalami krisis keuangan terburuk dalam sejarah negaranya, warga Lebanon masih tercatat sebagai pembelanja cerutu terbesar di dunia.

Sebuah studi yang dirilis oleh situs analisis data Statista pada 31 Mei mengungkapkan bahwa Lebanon menduduki posisi pertama di dunia dalam hal pendapatan per kapita dari penjualan cerutu pada 2022.

Menurut studi itu, Lebanon menghabiskan 36,7 dolar AS (1 dolar AS = Rp14.945) per orang untuk membeli cerutu, dibandingkan dengan 35,6 dolar AS di Amerika Serikat (AS) yang menempati posisi kedua, 27,5 dolar AS di Qatar, 20,2 dolar AS di Luxembourg, dan 15,1 dolar AS di Islandia.

Hasil itu mengejutkan banyak orang mengingat cerutu, yang sering dianggap sebagai produk mewah, berhasil mempertahankan pasar yang kuat di Lebanon meski negara itu sedang diterpa krisis keuangan yang menyeret lebih dari 80 persen populasinya ke dalam kemiskinan.
 
   Sejumlah cerutu dengan berbagai merek dipajang di salah satu toko cerutu di lebanon. Sebuah studi yang dirilis oleh situs analisis data Statista pada 31 Mei mengungkapkan bahwa Lebanon menduduki posisi pertama di dunia dalam hal pendapatan per kapita dari penjualan cerutu pada 2022. (Xinhua)


Ali Assaf, direktur pelaksana di perusahaan pengimpor cerutu La Cubana, memaparkan bahwa sebagian besar permintaan cerutu berasal dari warga yang pendapatannya dibayar dalam kurs dolar AS, sehingga depresiasi mata uang lokal hanya berdampak kecil terhadap mereka.   

Assaf menyatakan bahwa merokok diperbolehkan atau ditoleransi di banyak tempat umum di Lebanon, yang juga membantu peningkatan konsumsi cerutu. Ini berbanding terbalik dengan beragam upaya di Eropa dan wilayah lainnya di dunia untuk menciptakan tempat umum yang bebas dari asap rokok guna melindungi anak-anak dan warga nonperokok.

Najat Abdo, CEO HandRolled, sebuah perusahaan yang mengimpor dan mendistribusikan cerutu di Lebanon, mengaitkan tingginya konsumsi cerutu dengan gaya hidup warga Lebanon, yang ingin menikmati hal-hal yang berkelas dan mewah dalam hidup.

"Kami menggelar acara mencicipi cerutu (cigar-tasting night), dan sejumlah pemilik waralaba dari Eropa dan AS datang ke Lebanon untuk menghadiri acara kami dan berbincang mengenai produk mereka," kata Abdo, yang juga merupakan pendiri Penggemar Cerutu Lebanon (Lebanese Cigar Aficionado) dan pemilik Club Mareva Beirut, sebuah cigar lounge di Beirut.

Abdo menyampaikan bahwa faktor lain yang berkontribusi terhadap peningkatan konsumsi cerutu adalah rendahnya tarif bea cukai yang dikenakan, yakni 1.500 pound Lebanon (100 pound Lebanon = Rp99,89) per 1 dolar AS hingga 30 November 2022, sebelum naik beberapa kali lipat menjadi 60.000 pound Lebanon saat ini.
 
   Cerutu dengan tampilan unik dari salah satu merek cerutu terkemuka turut disajikan sebuah toko di Lebanon untuk memanjakan para pelanggannya. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan konsumsi cerutu di Lebanon adalah rendahnya tarif bea cukai yang dikenakan, yakni 1.500 pound Lebanon (100 pound Lebanon = Rp99,89) per 1 dolar AS hingga 30 November 2022, sebelum naik beberapa kali lipat menjadi 60.000 pound Lebanon saat ini.  (Xinhua)


"Ini menjadi tradisi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Saat Anda berbincang dengan seorang pengisap cerutu, dia mungkin akan memberi tahu Anda bahwa dahulu ayahnya adalah pengisap cerutu," ujar Woody Ghsoubi, mitra sekaligus suami Abdo kepada Xinhua.

Ghsoubi meyakini bahwa COVID-19 juga berkontribusi terhadap peningkatan konsumsi cerutu di kalangan warga Lebanon.
 
  Najat Abdo, CEO HandRolled, sebuah perusahaan yang mengimpor dan mendistribusikan cerutu di Lebanon, memamerkan produk cerutu yang dijualnya untuk para penggemar cerutu di Lebanon. (Xinhua)

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023