Jakarta (ANTARA) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah berhasil dilaksanakan di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada 10-11 Mei 2023.

Di bawah kepemimpinan Indonesia, negara-negara anggota ASEAN mencapai sejumlah kesepakatan dan dukungan, termasuk dukungan mereka terhadap upaya Indonesia untuk melanjutkan dialog dengan berbagai pemangku kepentingan di Myanmar, guna mengatasi krisis di negara itu.

"Kami mendukung upaya-upaya Ketua ASEAN, termasuk upaya Indonesia dalam melanjutkan keterlibatan para pemangku kepentingan di Myanmar, dan mendorong kemajuan implementasi Konsensus Lima Poin,” demikian dukungan tersebut disampaikan selama KTT.

Para pemimpin ASEAN juga menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap kekerasan yang masih berlangsung di Myanmar.

Mereka mendesak penghentian segera semua bentuk kekerasan dan pengerahan pasukan, sehingga tercipta dialog nasional yang melibatkan semua pihak, selain memastikan bahwa pengiriman bantuan kemanusiaan dapat dilakukan secara aman dan tepat waktu.

Situasi keamanan Myanmar kian buruk sejak militer pada Februari 2021 menjatuhkan pemerintahan terpilih, yang dipimpin peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, melalui kudeta.

ASEAN telah mendesak junta untuk menerapkan rencana perdamaian Konsensus Lima Poin (5PC) yang disepakati pada April 2021.

Konsensus tersebut, antara lain menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, dan mengizinkan pemberian bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar.

Dalam upaya ASEAN mendorong implementasi konsensus tersebut, banyak pihak menyerukan upaya lebih cepat dan lebih baik karena konsensus tersebut dinilai belum menghasilkan kemajuan yang berarti.

Terkait hal itu, Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn mengatakan bahwa Konsensus Lima Poin tetap menjadi dokumen utama yang akan terus digunakan untuk membantu mengatasi krisis di Myanmar.

Ia menegaskan bahwa ASEAN akan terus berupaya terlibat dengan berbagai pemangku kepentingan di Myanmar guna menjembatani dialog yang inklusif oleh semua pihak sehingga tercapai perdamaian di negara itu.

"Tentu saja para pemimpin sepakat bahwa ASEAN harus terus terlibat dengan Myanmar dan ASEAN harus terus menggunakan Konsensus Lima Poin sebagai dokumen utama," kata Kao Kim Houm kepada ANTARA.

Keterlibatan itu dikukuhkan melalui berbagai dialog yang diupayakan Indonesia sebagai Ketua ASEAN dan kehadiran kantor utusan khusus ASEAN di Myanmar guna memfasilitasi dialog politik yang inklusif oleh berbagai pemangku kepentingan di negara itu sembari terus menyerukan penghentian aksi kekerasan di sana.

Para pemimpin juga tengah menyelesaikan penilaian bersama tentang bantuan tahap kedua bagi anak-anak yang terkena dampak situasi di Myanmar.

Keterlibatan tersebut bukan berarti bahwa ASEAN memberikan pengakuan atau legitimasi kepada rezim di Myanmar.

Namun, perlunya ASEAN untuk memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan tersalurkan secara tepat dan aksi kekerasan dapat dihentikan segera, mendasari langkah ASEAN untuk terus terlibat dengan berbagai pihak di negara itu.

ASEAN menghormati kebebasan dan kedaulatan politik di Myanmar karena masa depan Myanmar ada di tangan rakyat Myanmar sendiri.

Untuk itu, ASEAN tidak dapat melakukan intervensi lebih jauh untuk menyelesaikan permasalahan negara itu, selain mendorong dialog inklusif oleh semua pihak di Myanmar guna membantu mengatasi krisis di negara itu.

Oleh karena itu, ASEAN akan terus memanfaatkan Konsensus Lima Poin yang telah disepakati sebagai dasar upaya menjembatani dialog inklusif di negara itu dan memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan tersalurkan secara aman dan tepat waktu.


Diplomasi senyap

Pemerintah Indonesia, melalui Menlu Retno Marsudi mengatakan bahwa sejak tahap awal keketuaannya, Indonesia memilih untuk mengambil pendekatan non-megaphone diplomacy (diplomasi senyap) untuk membantu mengatasi krisis di Myanmar.

Pendekatan itu dilakukan dengan tujuan memberikan ruang bagi para pihak untuk membangun kepercayaan, sehingga mereka bisa lebih terbuka dalam berkomunikasi.

Pilihan non-megaphone diplomacy atau quiet diplomacyitu  bukan berarti Pemerintah Indonesia tidak melakukan apapun. Yang terjadi sebaliknya adalah dalam 4 bulan ini Indonesia telah melakukan banyak hal.

Melalui pendekatan tersebut, Indonesia fokus pada sejumlah upaya, di antaranya adalah mengupayakan keterlibatan dengan sebanyak mungkin para pemangku kepentingan di Myanmar.

Keterlibatan tersebut menjadi bagian dari mandat Konsensus Lima Poin dan selama hampir enam bulan terakhir, Indonesia telah melakukan lebih dari 70 engagements dengan berbagai pihak di Myanmar.

Engagements dilakukan dengan berbagai pemangku kepentingan dan juga dengan negara kunci/tetangga, seperti India, China Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), Jepang, Thailand, dan juga dengan PBB.

Selama berdialog dengan berbagai pihak tersebut, Indonesia mendorong untuk segera dilakukan dialog nasional yang inklusif di Myanmar.

Meski demikian, Indonesia menyadari masih ada perbedaan posisi yang cukup lebar dan dalam di antara para pemangku kepentingan. Namun, kita meyakinkan bahwa Indonesia akan terus mengupayakan dialog tersebut.

Selain terus melakukan dialog, Indonesia juga menyuarakan pentingnya penghentian penggunaan aksi kekerasan dengan segera di Myanmar.

ASEAN mengecam keras penggunaan kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil yang semakin banyak.

Oleh karena itu, penggunaan aksi kekerasan harus segera dihentikan karena perdamaian tidak akan dapat dicapai di negara itu tanpa dihentikannya aksi kekerasan.

Langkah lain yang ditempuh Indonesia untuk membantu mengatasi krisis di Myanmar adalah melalui pengiriman bantuan kemanusiaan bagi orang-orang yang terkena dampak situasi krisis.

Upaya tersebut juga menjadi bagian dari mandat 5PC, dan bantuan kemanusiaan itu dikoordinasikan oleh Sekjen ASEAN yang dijalankan oleh Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan dalam Penanggulangan Bencana (AHA Centre).

Bantuan kemanusiaan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama terkait dengan penyelamatan jiwa (life saving) yang telah selesai dilakukan karena terkait dengan bantuan penanggulangan COVID-19.

Sementara, bantuan tahap kedua adalah bantuan untuk menopang hidup (life sustaining) bagi orang-orang yang terkena dampak situasi krisis di Myanmar.

Bantuan kemanusiaan lain yang diupayakan ASEAN adalah memobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk membantu rakyat Myanmar yang terkena dampak bencana Siklon Mocha.

Bantuan kemanusiaan ini akan menjadi fokus ASEAN, tetapi prioritas lainnya adalah untuk membantu orang-orang yang terdampak Siklon Mocha.

Bantuan tersebut sangat mendesak dan ASEAN akan memulai bantuan tersebut sebanyak mungkin.

Berbagai pendekatan, dialog, serta bantuan kemanusiaan telah diupayakan Indonesia sebagai Ketua ASEAN untuk membantu penyelesaian krisis di Myanmar.

Dan pada akhirnya, ASEAN berharap dialog nasional yang inklusif dapat dilakukan oleh semua pihak di Myanmar guna mewujudkan perdamaian di negara itu.

Semua berharap suatu hari nanti para pemangku kepentingan yang berbeda duduk bersama dan mencapai rekonsiliasi nasional yang sejati.



Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023