Kalau pegawai ada kode etik yang mengatur misalnya penurunan pangkat atau golongan, teguran tertulis, surat peringatan atau pemecatan; sementara di tingkat pimpinan maka komite etik yang memutuskan."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengklaim bahwa pembentukan Komite Etik untuk mengusut pihak pembocor dokumen `draft` surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum, tidak akan mempengaruhi kelanjutan pengusutan kasus korupsi Hambalang.

"Perkara Hambalang sudah diputuskan akan dilakukan gelar perkara besok, tentu tim satuan tugas Hambalang berbeda dengan pengawas internal jadi komite etik tidak mempengaruhi tugas KPK melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Kamis.

KPK telah memutuskan untuk membentuk Komite Etik untuk pembocor dokumen "draft" sprindik Anas tersebut yang dugaan pembocornya terentang dari pimpinan hingga karyawan KPK, sedangkan gelar perkara (eskpose) Hambalang akan dilaksanakan pada Jumat (22/2).

"Tadi juga diputuskan akan dilakukan gelar perkara berkaitan dengan Hambalang pada Jumat, saat ini KPK tengah melakukan penyidikan kasus `sport center` Hambalang dengan 2 tersangka sekaligus penyelidikan Hambalang tentang dugaan aliran dana," ungkap Johan.

Komite Etik itu sendiri merupakan hasil dari rapat pimpinan yang mendapatkan laporan hasil investigasi di bawah deputi pengawas internal dan pengaduan masyarakat, tim investigasi telah dibentuk sejak Selasa (12/2).

"Hasil tim investigasi di bawah deputi pengawas internal dan pengaduan masyarakat disimpulkan ada dugaan salinan dokumen yang beredar adalah dokumen milik KPK maka tim investigasi mengusulkan kepada pimpinan untuk membentu Komite Etik," ungkap Johan.

Komite Etik tersebut menurut Johan untuk memastikan apakah kebocoran berasal dari unsur dalam atau tidak.

"Karena ada dugaan di level pimpinan dan karyawan, jadi dilakukan menyeluruh, tidak hanya pegawai tapi juga pimpinan," jelas Johan.

Ada perbedaan sanksi yang akan diberikan kepada pihak yang terbukti membocorkan dokumen tersebut.

"Kalau pegawai ada kode etik yang mengatur misalnya penurunan pangkat atau golongan, teguran tertulis, surat peringatan atau pemecatan; sementara di tingkat pimpinan maka komite etik yang memutuskan," ungkap Johan.

KPK sebelumnya pernah membuat Komite Etik terkait kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games yang berkaitan dengan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan M Jasin serta dan Deputi Penindakan Ade Rahardja pernah menerima uang sehingga merekayasa kasus dengan tersangka Muhammad Nazaruddin.

Anggota Komite Etik saat itu terdiri atas 3 pimpinan KPK yang tidak memiliki konflik kepentingan dalam kasus tersebut, dua penasihat KPK dan dua unsur masyarakat dengan diketuai oleh Abdullah Hehamahua dan memutuskan tidak ada unsur pelanggaran kode etik dari pimpinan KPK.

Tim investigasi di bawah deputi bidang pengawasan internal dan pengaduan masyarakat dibentuk pada Selasa (12/2) untuk mengusut dokumen yang ditandatangani oleh tiga orang pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja.

Kepala surat dokumen tersebut adalah "Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi" berisi penetapan Tersangka Anas Urbaningrum selaku anggota DPR periode 2009-2014 dengan dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi namun tanpa dilengkapi tanggal dan nomor surat.

Dokumen tersebut beredar luas di media sejak Sabtu (9/2). (D017/Z003)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013