Baru saja ditandatangani permintaan cegah kepada Direktorat Jenderal Imigrasi atas nama Anas Urbaningrum untuk tidak bepergian keluar negeri selama 6 bulan terhitung mulai hari ini, surat akan segera dikirim,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dicegah pergi ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang Jawa Barat.

"Baru saja ditandatangani permintaan cegah kepada Direktorat Jenderal Imigrasi atas nama Anas Urbaningrum untuk tidak bepergian keluar negeri selama 6 bulan terhitung mulai hari ini, surat akan segera dikirim," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.

Pencegahan itu dilakukan karena KPK telah menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka dengan sangkaan menerima hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya.

"Berdasarkan hasil gelar perkara, termasuk hari ini mengenai penyelidikan dan penyidikan terkait dengan dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lainnya, KPK telah menetapkan saudara AU sebagai tersangka," ungkap Johan.

Artinya menurut Johan, KPK telah menemukan dua alat bukti yang cukup yang dapat menyimpulkan mantan anggota Komisi X DPR telah menerima hadiah.

Sangkaan yang diberikan kepada Anas adalah mengenai penerimaan atau janji kepada penyelenggara negara berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ancaman penjara pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Sesuai dengan mekanisme di KPK, KPK juga akan melakukan pelacakan aset terhadap harta Anas Urbaningrum.

"Yang biasa dilakukan oleh KPK adalah melakukan pelacakan aset dan meminta surat kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk mencari tahu apakah ada transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh tersangka, langkah ini juga akan ditempuh oleh penyidik KPK," ungkap Johan.

Meski disangkakan dengan pasal penerimaan hadiah, KPK belum memutuskan siapa pemberi hadiah atau janji kepada Anas.

"Pihak pemberi akan kita telusuri lebih jauh, tapi informasinya belum sampai kepada saya," tambah Johan.

Sprindik yang menetapkan Anas sebagai tersangka itu ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sementara "draft" sprindik ditandantangi oleh lima orang pimpinan KPK.

Anas Urbaningrum terakhir diperiksa sebagai saksi pada Rabu, 4 Juli 2012.

Dalam kesaksiannya itu, Anas membantah tentang pertemuannya dengan orang dari konsorsium pemenang lelang proyek tersebut PT Adhi Karya karena sebelumnya mantan bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin mengungkapkan bahwa PT Adhi Karya yang menggarap proyek Hambalang.

Nazaruddin berkali-kali mengungkapkan ada penyerahan uang Rp100 miliar dari PT Adhi Karya untuk Anas melalui orang dekatnya, Machfud Suroso, yang juga Komisaris PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontraktor yang mengerjakan proyek Hambalang. Imbalan itu merupakan balas jasa karena mengusahakan kemenangan Adhi Karya dalam tender pada akhir 2010. Adhi dibantu setelah PT Duta Graha Indah, kontraktor proyek Wisma Atlet di Palembang tidak sanggup menggelontorkan dana untuk membiayai pemenangan Anas dalam kongres pada akhir Mei 2010 di Bandung.

Anas juga disebut Nazaruddin menerima mobil Toyota Harrier dari kontraktor PT Adhi Karya senilai Rp800 juta untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut saat masih menjadi anggota DPR dari 2009 dan diberi plat B 15 AUD.

Tapi Anas juga sudah membantah keterangan tersebut melalui pengacaranya Firman Wijaya.

Mobil itu menurut Firman dibeli Anas dengan cara mencicil dari Nazaruddin pada Agustus 2009 namun telah dijual oleh Anas dan uang penjualannya sudah diberikan kepada Nazaruddin pada Juli 2010.
(D017)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013