Jakarta (ANTARA) - Saat mengunjungi Museum Nasional di Jakarta, Selasa (20/6), Kaisar Jepang Naruhito menunjukkan ketertarikan yang sangat besar kepada prasasti tugu dan banyak bertanya mengenai peninggalan yang berasal dari era Kerajaan Tarumanagara itu.

Prasasti tugu yang merupakan batu besar yang berbentuk seperti butiran telor memuat instruksi raja bernama Purnawarman yang berkuasa sekitar abad ke-5 Masehi untuk melakukan penggalian sejumlah kanal atau saluran air di Sungai Candrabaga dan Sungai Gomati.

Titah untuk melakukan penggalian saluran air tersebut sebagai upaya untuk menghindari bencana alam, seperti banjir pada masa hujan, atau kekeringan pada masa kemarau. Ketertarikan Naruhito muncul karena kekagumannya mengenai sudah adanya sistem pengelolaan air seperti itu di masa lampau.

Naruhito memang telah lama menaruh minat kepada pengelolaan air. Tesis yang dimasukkannya saat melakukan riset kuliah S2 di Oxford University pada dekade 1980-an adalah mengenai studi navigasi dan lalu lintas air di Sungai Thames di London, Inggris.

Tidak hanya sampai di situ, Kaisar Naruhito pada Maret 2003 pernah menyampaikan pidato dalam Forum Air Dunia III bertajuk "Saluran Air Penghubung Kyoto dan Daerah Setempat", begitu pula tiga tahun kemudian dia menyampaikan pidato dalam Forum Air Dunia IV bertajuk "Edo dan Transportasi Air".

Pada Desember 2007, dia juga menyampaikan kata sambutan dalam acara pembukaan KTT Air Asia-Pasifik Pertama dengan isi pidatonya bertajuk "Manusia dan Air; dari Jepang ke Kawasan Asia-Pasifik".


Tata kelola

Sekretaris Pers untuk Kaisar Jepang Kojiro Shiojiri juga mengakui bahwa Kaisar Naruhito memiliki ketertarikan kuat mengenai masalah tata kelola air.

Bagi Shiojiri, Prasasti Tugu yang kuno tersebut, kalau kita membaca apa yang dicantumkan di situ, merupakan suatu pencatatan mengenai pengairan, hal terkait banjir, dan pengelolaan air.

Kaisar Naruhito mengunjungi Indonesia atas undangan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) yang berkunjung ke Jepang pada Juli 2022.

Kaisar Naruhito dan Permasuri Masako juga telah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor pada 19 Juni, kemudian berkunjung ke Yogyakarta pada 21 Juni, sebelum kembali ke Jepang pada 23 Juni.

Dalam rangkaian acara kunjungannya di Indonesia, Kaisar Naruhito, juga menyempatkan mengunjungi Stasiun Pompa Waduk Pluit pada Minggu (18/6). Di tempat tersebut, Kaisar juga banyak bertanya mengenai hal teknis mengenai manajemen air.

Di Pluit, karena kaisar adalah orang yang sangat tahu mengenai manajemen air, maka banyak mengajukan banyak pertanyaan teknis.

Kepedulian yang ditunjukkan seorang kaisar sebenarnya juga terasa semakin penting pada saat-saat ini, di mana rata-rata suhu dunia terus mengalami kenaikan, dan adanya prediksi fenomena El Nino yang berpotensi mengakibatkan bencana kekeringan pada 2023.

Sudah sejak lama, misalnya dari kajian yang dilakukan Pusat Penelitian Bersama Komisi Eropa (JRC), yang dikeluarkan pada 2018, menunjukkan bahwa dalam jangka waktu dekat di masa mendatang, semakin banyak orang akan berkonflik dalam permasalahan akses terhadap air.


"Perang air"

Kajian JRC mengatakan bahwa "perang air" yang merupakan dampak dari perubahan iklim dan pertumbuhan populasi akan dapat segera menjadi nyata bila berbagai pihak tidak mengambil langkah nyata untuk mencegahnya.

Disebutkan pula mengenai sejumlah titik rentan untuk terjadinya "isu hidropolitik" yang dapat memantik terjadinya konflik, seperti di Sungai Nil, Gangga-Brahmaputra, Indus, Tigris-Efrat, hingga Sungai Colorado.

Dalam laman berita situs web University of Southern California dalam artikel bertajuk "The water wars of the future are here today" yang diterbitkan pada 28 Februari 2023, disebutkan bahwa di Amerika Serikat, ada tujuh negara bagian yang berselisih dampak dari menyusutnya aliran air di Sungai Colorado.

Menurut artikel tersebut, saat tingkat air di Sungai Colorado jatuh ke titik terendah sepanjang sejarah saat ini, ketegangan meningkat antara negara-negara bagian Arizona, California, Colorado, New Mexico, Nevada, Utah, dan Wyoming.

Sebenarnya sudah ada pakta terkait aliran Sungai Colorado itu di antara ketujuh negara bagian tersebut sejak 1922, tetapi persetujuan yang telah berusia seabad itu dinilai tidak lagi memadai dengan kondisi yang dihadapi pada masa sekarang ini, seperti adanya fenomena kekeringan berkepanjangan.

Pada awal 2023, terdapat sejumlah proposal yang tengah dirundingkan, salah satunya dari negara bagian California yang mengajukan proposal dengan menekankan status utama, seperti yang tercantum dalam pakta 1922.

Namun, enam negara lainnya memasukkan proposal berbeda yang menyatakan bahwa persetujuan awal sudah tidak lagi dapat digunakan karena situasi defisit air yang sedang dialami Sungai Colorado saat ini.

Di kawasan sebelah selatan AS, otoritas di Honduras pada 13 Juni, sebagaimana dikutip dari Reuters, mulai melakukan penjatahan listrik karena dampak kekeringan yang berpengaruh kepada kinerja bendungan PLTA di negara kawasan Amerika Tengah tersebut.

Sementara di Uruguay, Presiden Luis Lacallae Pou pada 20 Juni telah mengumumkan kondisi darurat di ibu kota Montevideo karena kekurangan air, sehingga diterapkan langkah kebijakan, seperti pembebasan pajak untuk air kemasan dan pembangunan sistem air waduk baru.

Menurut Reuters, negara di Amerika Selatan itu mengalami kekeringan terparah selama 74 tahun terakhir, yang mengeringkan waduk utama di Montevideo.

Begitu pula di bagian lainnya di berbagai belahan dunia. Misalnya di Irak, di mana Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB (IOM) melaporkan bahwa terdapat lebih dari 62.000 orang di negara tersebut per September tahun lalu, yang terpaksa mengungsi akibat kondisi kekeringan selama empat tahun berturut-turut.

Reuters juga melaporkan bahwa sebuah perusahaan utilitas air di Inggris, South East Water, pada 16 Juni telah mengumumkan larangan sementara pipa air dan alat penyiram di wilayah tenggara Kent dan Sussex di tengah musim kering yang berkepanjangan yang menyebabkan kekurangan pasokan air.

Selain di Inggris, bagian Eropa lainnya seperti Prancis, Jerman, dan negara-negara di Eropa selatan juga mengalami kekhawatiran akan hasil panen mereka sebagai dampak dari musim panas yang kering tahun ini.


Volume global turun

Dalam studi yang diterbitkan lembaga Nature Communications pada 13 Juni, terungkap bahwa volume tempat penampungan air global telah jatuh selama 20 tahun terakhir, meski pada periode itu telah ada pelonjakan aktivitas konstruksi pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan air di berbagai belahan dunia.

Menurut studi tersebut, perubahan iklim merupakan "faktor kritis" dalam mengurangi efisiensi tempat penampungan air global, serta meningkatnya permintaan air juga turut menjadi faktor menurunnya kinerja tata kelola air.

Berdasarkan data satelit yang diolah dalam studi tersebut, jumlah air yang tersimpan di 7.245 tempat penampungan di seluruh dunia menurun antara tahun 1999 dan 2018, meski terdapat peningkatan kapasitas rata-rata sebesar 28 kubik kilometer per tahun.

Penurunan dalam volume penyimpanan air, terutama terjadi di Bumi bagian selatan, khususnya di Afrika dan Amerika Selatan.

Selain karena faktor alam, tentu tidak dapat dilupakan bahwa buruknya tata kelola air di suatu daerah juga disebabkan oleh kerusakan yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia.

Masih ramai dibahas mengenai jebolnya bendungan PLTA Kakhovka di wilayah pendudukan Rusia di Ukraina selatan pada Juni 2023, yang mengakibatkan munculnya banjir dan terdapat korban jiwa akibat bencana tersebut.

Lembaga intelijen militer Ukraina menuding Rusia telah dengan sengaja meledakkan bendungan Kakhovka untuk menahan serangan balasan Kiev, sedangkan Rusia menuduh Ukraina yang menyerang bendungan yang dibangun pada era Soviet itu.

Dengan banyaknya penurunan kinerja tata kelola air di seantero dunia, baik itu karena faktor alam maupun ulah manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa kepedulian yang ditunjukkan Kaisar Naruhito patut diteladani serta direnungkan oleh berbagai otoritas terkait pengelolaan air di berbagai penjuru planet Bumi ini.


 

Copyright © ANTARA 2023