Surabaya (ANTARA) - Sekolah Menengah Pertama (SMP) Raden Rahmat Surabaya menjamin siswanya yang lulus sekaligus membawa pulang ijazah meski belum melunasi biaya sekolah.

Kepala SMP Raden Rahmat Iwan Setiawan mengungkapkan permasalahan klasik siswa dari kalangan keluarga kurang mampu ketika lulus tidak mampu menebus, atau melunasi biaya sekolah, sehingga ijazahnya terpaksa ditahan.

"Ketika awal menjabat kepala sekolah di tahun 2020 saya kaget. Kok, banyak ijazah yang tidak diambil di sini. Ternyata itu milik siswa yang telah lulus dari kalangan keluarga yang kurang mampu," katanya saat dikonfirmasi di Surabaya, Ahad.

Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Surabaya itu menjelaskan SMP Raden Rahmat sejak awal berdiri di tahun 1976 telah berkomitmen untuk mengutamakan penerimaan siswa dari kalangan keluarga kurang mampu agar tidak putus sekolah.

Baca juga: Pemkot dan Baznas tebus 529 ijazah pelajar SMA/SMK swasta se-Surabaya

Baca juga: Pemkot dan Baznas Surabaya tebus ijazah 1.040 pelajar


Iwan mencoba kembali menegakkan komitmen sebagaimana prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantoro yang menekankan anti diskriminasi ketika dipercaya menjabat kepala sekolah di SMP milik Yayasan Pendidikan Raden Rahmat tersebut.

Maka penerimaan siswa baru di SMP yang berlokasi di Jalan Karangrejo IX Surabaya itu sangat terbuka bagi anak-anak dari kalangan keluarga kurang mampu tanpa batasan harus menunjukkan surat keterangan keluarga miskin (Gamis) maupun masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Selain itu, Iwan memastikan tidak mempersulit penerimaan siswa yang orang tuanya terkendala masalah administrasi kependudukan.

"Intinya kami turut mengimplementasikan program utama Bapak Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk mewujudkan Kampung Madani dan Surabaya Hebat," ujarnya.

Iwan mengapresiasi program Badan Amil Zakat Nasional (Basnaz) Tebus Ijazah Pemerintah Kota Surabaya yang telah dijalankan Wali Kota Eri Cahyadi.

"Persoalannya ketika Basnaz Tebus Ijazah Pemerintah Kota Surabaya diterapkan di sekolah kami, saat pengajuan, siswa yang bersangkutan diminta datang. Tapi kebanyakan tidak ada yang datang karena semisal sudah melanjutkan pendidikan di pondok pesantren yang berlokasi jauh di luar kota," katanya.

Iwan menyatakan mayoritas siswa SMP Raden Rahmat membantu orang tuanya bekerja. "Di SMP Raden Rahmat ini masuk siang. Sehingga pagi hari banyak yang terlebih dulu membantu orang tuanya bekerja, semisal jualan sayur di Pasar Wonokromo Surabaya," ujarnya.

Dikhawatirkan, ketika sudah dinyatakan lulus dan ijazahnya tidak diberikan bersamaan pada saat kelulusan karena masih terkendala biaya sekolah, mayoritas tidak peduli dan memilih langsung bekerja, tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah atas (SMA).

Pada 24 Juni kemarin, SMP Raden Rahmat Surabaya menggelar acara "Pelepasan dan Penyerahan Ijazah Peserta Didik Kelas IX Tahun Pelajaran 2022/ 2023".

Diakui Iwan, kegiatan ini banyak dikecam oleh penyelenggara satuan pendidikan lainnya karena langsung menyerahkan ijazah khususnya bagi peserta didik yang belum melunasi biaya sekolah. Sebab biasanya acara kelulusan siswa di sekolah lain digelar semacam prosesi wisuda tanpa langsung menyerahkan ijazah.

"Saya tidak peduli. Bagi peserta didik dari keluarga kurang mampu, biar saya sendiri yang urus pelunasan biaya sekolahnya," ucap pengurus Ikatan Alumni Universitas Bhayangkara Surabaya, yang juga dikenal sebagai pengusaha muda itu.*

Baca juga: Ijazah SMA sederajat di Surabaya Rp1,7 miliar ditebus pemkot-Baznas

Baca juga: Baznas-Pemkot Surabaya berikan 729 kursi roda hingga tebus 300 ijazah

Pewarta: Willi Irawan/Hanif Nasrullah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023