Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa penurunan prevalensi stunting yang saat ini menjadi salah satu program prioritas pemerintah, bukan hanya berbicara soal angka melainkan menjaga kesehatan ibu dan anak.

“Ini bukan persoalan angka, tapi bagaimana menjaga kesehatan ibu dan anak. Sehingga akan melahirkan generasi yang unggul untuk Indonesia lebih hebat,” kata Deputi Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso dalam FMB9: Langkah Penting Turunkan Stunting yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Teguh menuturkan berdasarkan data yang BKKBN terima dari Kementerian Agama, setidaknya ada sebanyak hampir dua juta pasangan usia subur yang menikah tiap tahunnya di Indonesia. 80 persen di antaranya diketahui sudah hamil pada tahun pertama pernikahan.

Selama masa tersebut, setiap keluarga ini memerlukan pendampingan yang ketat untuk mengawal kehamilannya tetap sehat sampai dengan masa melahirkan. Pendampingan sangat penting untuk mencegah ibu hamil kekurangan gizi atau menderita kekurangan energi kronis (KEK), sehingga berdampak pada tumbuh kembang janin.

Baca juga: BKKBN latih masyarakat Lembata manfaatkan pangan lokal atasi stunting

Baca juga: Aspek kebijakan dan kemasyarakatan faktor penting turunkan stunting


“Oleh karenanya dengan memiliki data terkait dengan siapa yang akan didampingi, di antaranya calon pengantin tadi, ini akan mempermudah kita untuk memprediksi (berapa jumlah bayi yang terkena stunting dan harus diturunkan),” katanya.

Teguh melanjutkan berdasarkan data kumulatif BKKBN, saat ini sebanyak 13,2 juta keluarga telah tercatat menjadi keluarga berisiko stunting. Di dalam keluarga-keluarga itu, terdapat ibu hamil yang berusia masih sangat muda, hamil dalam kondisi yang terlalu tua hingga frekuensi kehamilannya terlalu sering atau tidak terjarak dengan baik.

Hal tersebut, kata Teguh, berbahaya bagi jiwa ibu dan meningkatkan potensi bayi-bayi yang baru lahir terkena stunting makin besar.

Di mana berdasarkan data milik Kementerian Kesehatan saat ini, diperkirakan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menyentuh angka 305 per 100.000 kelahiran hidup dari target yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2024 yaitu 183 per 100.000 kelahiran hidup.

Sementara angka prevalensi stunting masih berada pada angka 21,6 persen berdasarkan SSGI 2022 atau berada di atas ambang batas ketetapan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni kurang dari 20 persen.

Maka dari itu, salah satu bentuk sosialisasi pencegahan stunting di masa kini menyelipkan pemahaman atas pentingnya penggunaan alat kontrasepsi setelah ibu melahirkan. Selain itu, upaya lain yang BKKBN lakukan adalah dengan terus memperbarui data sesuai nama dan alamat riil target sasaran yang berisiko stunting, sehingga setiap intervensi baik spesifik atau sensitif bisa diberikan tepat sasaran.

Data itu juga mencakup situasi dan kondisi keluarga berisiko stunting yang tinggal di lingkungan yang tidak layak huni, memiliki sanitasi dan akses air bersih yang buruk hingga tingkat perekonomian masing-masing keluarga.

“Kami sudah melakukan pemetaan termasuk juga pasangan usia subur yang tidak ber-KB dan ditambah lagi tentu saja adalah keluarga yang memiliki baduta dan balita. Itu yang harus kita serang dan harus kita intervensi bersama, sehingga pada saat hamil kemudian melahirkan, kemudian balita-baduta masuk di usia dua tahun, dengan intervensi secara spesifik tadi angka itu bisa kita tekan dengan baik,” ujarnya.*

Baca juga: Pemkot Surabaya akan dirikan Sekolah Orang Tua Hebat di 153 kelurahan

Baca juga: BKKBN fokuskan pemutakhiran data PK-23 di 13.263 desa


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023