Rupiah rebound oleh koreksi pada dolar AS dan imbal hasil obligasi AS yang turun, rupiah dan mata uang Asia umumnya telah oversold dan berpotensi rebound. .....
Jakarta (ANTARA) - Analis pasar mata uang Lukman Leong menilai bahwa penguatan rupiah pada pembukaan perdagangan, Selasa, hanya bersifat sementara saja.

"​​​​​Rupiah rebound oleh koreksi pada dolar AS dan imbal hasil obligasi AS yang turun, rupiah dan mata uang Asia umumnya telah oversold dan berpotensi rebound. Namun kekuatiran pelemahan ekonomi dan prospek suku bunga bank sentral secara keseluruhan masih tetap menekan mata uang emerging," ujar dia ketika ditanya Antara di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, investor menantikan beberapa data ekonomi AS dan pidato Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve (Fed) Jerome Powell untuk petunjuk lebih lanjut.

"Malam ini, data penjualan durable goods AS diperkirakan akan turun 1 persen. Hal ini diharapkan bisa meredakan kekhawatiran akan prospek suku bunga The Fed," ungkap Lukman.

Baca juga: Analis sebut rupiah lemah dipicu sikap agresif bank sentral dunia

Menurut dia, Powell masih akan memberikan pidato hawkish pada minggu ini, tepatnya pada  Rabu dan Kamis. Karena itu, rupiah diperkirakan masih akan berkisar di angka Rp15 ribu per dolar AS.

Rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi menguat 26 poin atau 0,18 persen menjadi Rp14.995 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.021 per dolar AS.

Sebelumnya, rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan  Senin (26/6) di tengah sentimen risk off yang dipicu kekhawatiran perlambatan ekonomi dari sikap agresif bank sentral dunia.

"Perkembangan terakhir, The Fed yang mensinyalkan masih akan menaikkan suku bunga 2 kali, RBA (Reserve Bank of Australia​​​​) dua kali mengejutkan pasar dengan kenaikan, BoE (Bank of England) mengejutkan pasar dengan kenaikan yang lebih besar pada minggu lalu," katanya.

Baca juga: Dolar bertahan di Asia jelang data barang tahan lama dan perumahan AS

Bank sentral melihat upaya melawan inflasi masih jauh dari selesai. Hal ini dikhawatirkan akan semakin menekan pertumbuhan ekonomi global.

"Pada saat yang sama, China terlihat mengalami kesulitan mencapai target pertumbuhan," ucapnya.

Selain itu, dia melihat pelemahan rupiah turut dipengaruhi perkembangan di Rusia pascapemberontakan kelompok tentara bayaran Wagner. "Ketidakpastian ini memicu permintaan dolar AS sebagai safe haven dan mata uang emerging dihindari," ucap Lukman.

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023