Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi udang hingga mencapai 2 juta ton pada tahun 2024. Untuk itu dibutuhkan riset akuakultur udang di masa depan
Jakarta (ANTARA) -
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Universitas Wageningen, Belanda, menggali potensi akuakultur untuk meningkatkan produktivitas udang di Indonesia. 
 
“Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi udang hingga mencapai 2 juta ton pada tahun 2024. Untuk itu dibutuhkan riset akuakultur udang di masa depan, yakni dengan membangun daya dukung lingkungan dan zonasi yang tepat untuk perkembangan ekosistem udang,” kata Peneliti Pusat Penelitian Perikanan BRIN Andi Parenrengi pada diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
 
Pada diskusi “Pertukaran pengetahuan tentang Akuakultur dan Perikanan Indonesia dan Belanda” itu Andi juga mengatakan pentingnya diversifikasi komoditas akuakultur yang menguntungkan melalui pembiakan udang secara selektif, peningkatan kualitas udang secara genetik melalui pengolahan pakan, memperhatikan perubahan iklim, polusi air, dan meningkatkan ketahanan udang melalui ekosistem akuakultur yang hijau dan bebas limbah.
 
“Manajemen kesehatan udang melalui penggunaan bahan makanan yang alami juga perlu diperhatikan. Selain itu juga dibutuhkan praktik budi daya dan implementasi kebijakan terhadap ekosistem akuakultur udang yang lebih berkelanjutan,” ujarnya.

Baca juga: KKP yakin intensifikasi dapat lesatkan produktivitas tambak udang

Mahasiswa PhD di bidang Akuakultur dan Perikanan Universitas Wageningen Elisavet Syropoulou pada kesempatan ini memaparkan pentingnya merawat ekosistem akuakultur udang dengan memperhatikan bahan makanan yang dikonsumsi udang.
 
"Substitusi makanan ikan atau udang dengan bahan-bahan alternatif seperti non-pati polisakarida (NSP) menyebabkan udang atau ikan tidak dapat mencerna bahan makanan tersebut dengan baik. Untuk itu para petambak perlu mempertimbangkan kembali ke bahan-bahan alami agar perkembangan udang dan ikan lebih baik," katanya.
 
Elisavet juga menyarankan agar sistem akuakultur udang bisa dibuat lebih berkelanjutan, misalnya memanfaatkan feses udang yang diolah dengan bahan-bahan tertentu sebagai bahan pakan ikan yang lain.
 
Senada dengan Andi dan Elisavet, Periset Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat BRIN Muhammad Firdaus mengatakan tujuan dari riset di bidang akuakultur ini untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas produk perikanan serta meningkatkan keuntungan para petambak dan nelayan, sekaligus melestarikan lingkungan.

Baca juga: ADB setujui pinjaman 93 juta dolar AS untuk budi daya udang Indonesia
 
"Tujuan kolaborasi BRIN melaksanakan mini symposium dengan salah satu mitra global dengan reputasi yang sangat baik di bidang akuakultur dan perikanan adalah untuk memfasilitasi para pengusaha yang berada di kawasan tengah dan timur Indonesia untuk bertukar informasi dan berkolaborasi terkait kegiatan riset dan inovasi yang relevan," ucapnya.
 
Ia mengatakan beberapa hasil riset dari diskusi sudah dimanfaatkan oleh pengusaha dan pemangku kepentingan dalam bidang akuakultur dan perikanan.
 
“Sudah ada pihak yang bekerja sama terkait pemanfaatan hasil riset yang telah dilakukan, misalnya paten mengenai wadah untuk budi daya teripang yang dilisensi oleh CV Tabgha Ocean Fisheries dan Yayasan Parakletos, juga paten formula pupuk hayati berbasis cairan rumput laut yang dilisensi mitra PT Bestagar Pureindo Internasional,” katanya.
 
Ia berharap diskusi ini dapat memantik diskusi terkait akuakultur yang lain, juga meningkatkan peluang yang relevan untuk kolaborasi di bidang akuakultur dan perikanan.

Baca juga: KNTI: Udang tolok ukur komoditas perikanan budi daya Indonesia

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023