penyerapan anggaran sesuai jadwal dan target saja tidak mampu direalisasikan dengan baik serta pos-pos belanja yang tidak produktif dalam penggunaannya."
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus berpendapat postur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia tidak proporsional baik dari sisi pendapatan dan belanja.

"Dari sisi pendapatan, masih rendahnya `tax ratio` adalah cerminan ketidakmampuan pemerintah dalam menggenjot pendapatan negara dari sektor pajak. Sementara dari sisi belanja, permasalahannya lebih fundamental, yaitu postur APBN sangat tidak proporsional," kata Ahmad Heri Firdaus saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Menurut Heri, postur belanja negara, dari tahun ke tahun sekitar 70 persen hanya untuk membiayai birokrasi dan belanja rutin lainnya. Bahkan, pada APBN 2013 tersandera oleh besarnya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kewajiban pembayaran bunga utang.

Selain itu, lanjutnya, peran stimulus fiskal yang menjadi fungsi utama APBN tidak pernah optimal.

"Sejak era reformasi hampir tiap tahun problem klasik pola penyerapan anggaran selalu terus berulang. Jangankan berbicara masalah kualitas dan efektifitas stimulus fiskal, untuk melakukan penyerapan anggaran sesuai jadwal dan target saja tidak mampu direalisasikan dengan baik serta pos-pos belanja yang tidak produktif dalam penggunaannya," ujarnya.

Ia mengatakan permasalahan lain APBN pasca reformasi yang hampir setiap akhir tahun menjadi isu penting adalah masalah penyerapan anggaran.

Sebelum reformasi, lanjutnya, hampir setiap tahun APBN Indonesia terserap dengan cukup baik, bahkan melebihi dari rencana belanja. Hal ini kemudian berbalik sejak 2000 ketika realisasi belanja negara mengalami masalah dalam hal penyerapan. Tercatat hanya pada 2007 saja realisasi belanja negara melebihi apa yang dianggarkan pada APBN, sedangkan sisanya selalu terdapat sisa anggaran.

"Fenomena ini menjadi lebih aneh lagi ketika kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah belakangan ini adalah kebijakan defisit fiskal, yaitu belanja lebih besar daripada pendapatannya. Selain itu, tidak terserapnya anggaran ini juga menimbulkan pertanyaan mendasar untuk apa negara harus berhutang untuk anggaran yang pada akhirnya berlebih," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa berharap penyerapan anggaran tahun 2013 melebihi 92 persen sehingga menggenjot seluruh kinerja kementerian.

"Kita menargetkan di atas 92 persen dan harus juga optimalisasi pendapatan negara ini terutama pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP)," ujarnya.

Menurut dia, anggaran untuk belanja modal seperti infrastruktur tahun 2013 melalui APBN sebesar Rp 203 triliun dan APBD hampir Rp 100 triliun di APBD. Sedangkan sektor swasta sebesar Rp140 triliun, sehingga cukup besar yakni hampir mencapai 5 persen dari PDB negara.

"Serapan anggaran terutama akan diarahkan pada peningkatan mutu infrastruktur yang harus lebih cepat dan terukur," kata dia. (ANT)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013