Jakarta (ANTARA) - Keberhasilan China terkait membaiknya hubungan Arab Saudi dan Iran dalam beberapa bulan terakhir memperoleh perhatian yang besar di Indonesia.

Dalam sebuah seminar internasional bertajuk "Pengaruh China di Timur Tengah dan Prospek untuk Stabilitas dan Perdamaian" (China's Influence in Middle East and the Prospect for Stability and Peace) yang digelar di Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Duta Besar (Dubes) Republik Rakyat China untuk Indonesia Lu Kang mengatakan bahwa keberhasilan rekonsiliasi itu utamanya berkat aspirasi rakyat Timur Tengah yang menginginkan pembangunan, stabilitas regional, keharmonisan di antara dunia Islam dan solidaritas negara-negara berkembang.

Pembicaraan persahabatan digelar di Beijing pada awal Maret lalu, sesuai dengan inisiatif Presiden Xi Jinping, berlanjut dengan kesepakatan menteri luar negeri Arab Saudi dan Iran pada April untuk mengumumkan pembentukan kembali hubungan diplomatik.
 
   Selanjutnya, Iran pada 6 Juni membuka kembali kedutaan besarnya di Arab Saudi dan pekan lalu Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud melakukan kunjungan persahabatan ke Iran.   Hubungan diplomatik antara Bahrain dan Lebanon, juga Qatar dan Bahrain pun kembali dimulai, sementara proses perdamaian Yaman memperoleh kemajuan positif.


China senantiasa percaya bahwa nasib Timur Tengah harus berada di tangan negara-negara kawasan itu sendiri, serta mendukung dialog dan konsultasi sebagai sarana penyelesaian perbedaan, ujar Lu Kang.

Membaiknya hubungan ini memicu gelombang rekonsiliasi lewat dialog dan konsultasi di Timur Tengah. Misalnya, Menteri Luar Negeri Suriah melakukan kunjungan pertamanya ke Arab Saudi dalam 12 tahun pada April, dan Presiden Suriah Bashar al-Assad kembali menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Liga Arab pada Mei.
 
   Hubungan diplomatik antara Bahrain dan Lebanon, juga Qatar dan Bahrain pun kembali dimulai, sementara proses perdamaian Yaman memperoleh kemajuan positif


Mantan Duta Besar Indonesia untuk Uzbekistan, Kirgizstan, dan Tajikistan pada kurun waktu 2010-2014 Mohamad Asruchin mengatakan bahwa keberhasilan diplomasi China dalam mendamaikan Arab Saudi dan Iran tak lepas dari pendekatan "perdamaian pembangunan" Beijing yang berbeda dengan apa yang disebut "perdamaian demokrasi" Barat.

Faktor penentu lainnya, lanjut Asruchin, adalah prinsip "noninterferensi dan kemitraan dengan negara lain" China yang cocok dengan situasi umum di Timur Tengah.

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2023