New York (ANTARA) - Dolar As melemah terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah dua hari berturut-turut naik, karena data ekonomi menunjukkan pendinginan dalam belanja konsumen, meningkatkan keraguan tentang potensi agresivitas Federal Reserve dalam memerangi inflasi.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga sebagian besar lebih rendah setelah rilis data tersebut.

Departemen Perdagangan mengatakan belanja konsumen naik 0,1 persen pada Mei, sementara data untuk bulan sebelumnya direvisi menjadi menunjukkan belanja konsumen naik 0,6 persen dibandingkan 0,8 persen yang dilaporkan sebelumnya.

Pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) naik 0,1 persen pada Juni setelah menguat 0,4 persen pada April, sementara naik 3,8 persen secara tahunan, melambat dari revisi 4,3 persen bulan sebelumnya. Tetapi pengukur PCE masih jauh di atas target inflasi Fed sebesar 2,0 persen.

"Pengeluaran lemah, terutama dalam hal penyesuaian inflasi. Belanja barang turun dan bahkan belanja jasa-jasa terlihat tersendat-sendat," kata Brian Jacobsen, kepala ekonom di Annex Wealth Management di Menomonee Falls, Wisconsin.

"Inflasi melayang lebih rendah. Namun, jalan keluar menuju inflasi 2,0 persen masih panjang."

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya turun 0,426 persen menjadi 102,880 dan hampir tidak berubah pada minggu ini.

Indeks telah naik 0,82 persen selama dua sesi sebelumnya setelah komentar dari Ketua Fed Jerome Powell dan data ekonomi yang solid meningkatkan ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS akan menaikkan suku bunga dua kali lagi tahun ini, sekaligus mengurangi keyakinan bahwa penurunan suku bunga dapat dilakukan pada akhir tahun.

Ekspektasi untuk kenaikan 25 basis poin di pertemuan Fed pada Juli sedikit menurun, dengan pasar sekarang memperkirakan peluang kenaikan 84,3 persen, turun sedikit dari 89,3 persen pada Kamis (29/6/2023), menurut Alat FedWatch CME.

Presiden Bank Federal Reserve Chicago Austan Goolsbee mengatakan pejabat Fed akan menguraikan "banyak data" menjelang pertemuan Fed berikutnya untuk menilai apakah biaya pinjaman perlu didorong lebih tinggi untuk meredam inflasi.

Indeks dolar naik 0,3 persen untuk kuartal ini dan siap untuk menghentikan penurunan beruntun berturut-turut. Untuk paruh pertama, greenback turun 0,6 persen.

Yen Jepang menguat 0,35 persen dan berada di jalur untuk menghentikan pelemahan tiga hari terhadap greenback di 144,26 per dolar, setelah sempat melewati angka 145 dengan tertinggi baru tujuh bulan di 145,07.

Investor telah mengamati untuk melihat apakah Bank Sentral Jepang (BoJ) akan mengintervensi mata uang lagi, yang terakhir terjadi di sekitar angka 145, karena rencana kebijakan bank sentral AS dan Jepang kemungkinan akan tetap berlawanan satu sama lain.

Greenback naik hampir 9,0 persen untuk kuartal ini terhadap yen, yang akan menjadi yang terkuat dalam setahun.

Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki pada Jumat (30/6/2023) memperingatkan negaranya akan mengambil langkah yang tepat jika yen terus melemah, dan memperingatkan terhadap investor yang menjual yen terlalu jauh, menggemakan komentar serupa dari menteri dan pejabat pemerintah lainnya minggu ini.

Data sebelumnya menunjukkan inflasi inti di Tokyo sedikit lebih tinggi pada Juni dan tetap di atas target 2,0 persen BoJ untuk bulan ke-13, menjaga tekanan pada pembuat kebijakan bank untuk mengurangi kebijakan moneter ultra-longgar mereka.

Sebaliknya, data inflasi zona euro turun untuk bulan ketiga berturut-turut, tetapi menunjukkan penurunan kecil pada inflasi dasar dan tidak mungkin menahan Bank Sentral Eropa untuk menaikkan suku bunga pada pertemuan Juli.

Euro naik 0,43 persen pada 1,0911 dolar, sementara Sterling terakhir diperdagangkan naik 0,66 persen pada 1,2695 dolar.

Data menunjukkan ekonomi Inggris tumbuh hanya 0,1 persen pada kuartal pertama, karena inflasi melemahkan pendapatan rumah tangga.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2023