Banda Aceh (ANTARA News) - Hanya tinggal hitungan hari untuk mengejar target bebas tenda bagi pengungsi di Aceh. Target pemerintah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias seharusnya menjadi berita gembira bagi pengungsi, meski sebagian dari mereka menyambut dingin. Sudah delapan belas bulan mereka menempati tenda darurat dan tinggal di gubuk "berbalut" derita sejak tsunami Desember 2004. Banyak pengungsi mengaku sudah tak tahan lagi tinggal di tenda darurat, sehingga mereka tidak sabar lagi untuk pindah ke rumah sementara yang terbuat dari kerangka baja. "Pememerintah jangan hanya pandai berjanji, karena kami sudah lama menunggu bantuan rumah sementara itu," kata Irma, salah seorang pengungsi di desa Lampaseh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. Irma yang rumahnya rata dengan tanah diterjang tsunami mengaku kini tinggal bersama seorang putrinya yang masih kecil di tenda darurat itu, berharap pada pertengahan tahun 2006 pemerintah menepati janjinya menyediakan rumah sementara. Harapan yang sama juga disampaikan oleh warga korban tsunami di beberapa desa pesisir pantai Banda Aceh dan Aceh Besar. Mereka berharap rumah shelter secepatnya selesai dibangun. Mendekati akhir Juni 2006, suasana di beberapa desa pantai tampak ramai dengan aktivitas masyarakat mendirikan shelter atau rumah sementara untuk kebutuhan warga pengungsi. Para pekerja bangunan yang berasal dari warga pengungsi tampak sibuk memasang kerangka baja rumah sementara, dan truk bermuatan material datang silih berganti membongkar muatannya. Salah seorang pekerja lapangan, Samsul, di Desa Leupung, Kabupaten Aceh Besar, mengatakan aktivitas pembangunan rumah sementara makin ramai dan sebagian sudah selesai, sedangkan yang lainnya terbengkalai karena papan untuk dinding rumah belum didatangkan. "Rumah-rumah sementara konstruksi baja, masih banyak yang terbengkalai karena salah satu materialnya belum didatangkan," katanya. Menyaksikan kondisi tersebut, kalangan masyarakat menyangsikan target bebas tenda pertengahan tahun 2006 tidak akan tercapai, mengingat waktu yang ditentukan oleh pemerintah tinggal hanya hitungan hari. Kekhawatiran masyarakat itu tidak lah berlebihan jika melihat situasi di lapangan. Masih banyak rumah sementara yang baru terpasang kerangka tanpa diding dan atap. Optimis Menanggapi rasa pesimis masyarakat penjabat Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Mustafa Abubakar, justru memperlihatkan rasa optimismenya. Dia yakin bahwa pertengahan tahun 2006 tidak ada lagi pengungsi yang tinggal di tenda. Bahkan, pemerintah NAD dan kabupaten/kota dengan gamblang dan sedikit mengancam akan memaksa jika ada pengungsi yang masih bertahan di tenda jika rumah sementara untuk mereka sudah disediakan. Ancaman itu di sampaikan oleh penjabat Walikota Banda Aceh, Razaly Yussuf, yang akan memaksa pengungsi yang masih ada di tenda pindah ke rumah sementara. "Pemkot sudah membentuk tim yang akan turun ke lapangan nanti untuk menertibkan pengungsi yang masih tinggal di tenda darurat," kata Razaly Yussuf. Bahkan secara tegas, Walikota Razaly Yusuf mengatakan tenda-tenda yang masih bermunculan di lapangan akan dibongkar atau disita, sedangkan pengungsi diminta menempati shelter yang telah disediakan. Sementara, pemerintah provinsi NAD menyebutkan, hingga kini terdapat sekitar 10 ribu kepala keluarga (KK) warga menempati tenda darurat atau terjadi penurunan dari angka Desember 2005 yang mencapai 16 ribu KK pengungsi. "Kita tunggu saja akhir Juni 2006, apakah target bebas pengungsi tenda menjadi kenyataan, dan jika tidak berarti warga telah didustai untuk kesekian kalinya," kata Bustami, salah seorang koordinator pengungsi di desa Lhoknga/Leupung, Aceh Besar. Meskipun demikian, katanya, ia berharap mudah-mudahan target pemerintah dan Badar Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh untuk membebaskan manusia tenda menjadi kenyataan. (*)

Oleh Oleh : Ampelsa
Copyright © ANTARA 2006