JAKARTA (ANTARA) - Rasa sepi menjadi biang keladi dari maraknya kasus bunuh diri. Kesepian kronis pada stadium lanjut mengakibatkan depresi yang memicu seseorang ingin menyakiti diri sendiri, hingga memiliki ide untuk bunuh diri.
Padahal rasa sepi dapat diantisipasi, bahkan bisa dinikmati sebagai sumber inspirasi, momen meditasi hati, dan sarana membangun kedekatan kepada Tuhan. Semuanya tergantung pada kepiawaian kita dalam mengelola perspektif.
Kesepian, diam-diam menjadi “pembunuh” karena kepiluan yang ditimbulkan olehnya, hingga menggerogoti kesehatan seseorang.
Sejumlah praktisi medis menyoroti kematian Ratu Elizabeth II yang kemungkinan karena kesepian hingga menyebabkan kesehatannya terus mengalami penurunan, beberapa tahun sebelum akhirnya tutup usia.
Ginni Mansberg, dokter umum dan seorang presenter televisi di Australia, mengungkapkan kemungkinan mangkatnya Ratu Elizabeth II tidak terlepas dari rasa kesepian dan kesedihan atas kematian suaminya, Pangeran Philip. Pasalnya, kematian Philip berimbas pada menurunnya kondisi kesehatan sang Ratu yang terus memburuk.
"Dia kehilangan suaminya selama bertahun-tahun. Kesedihan menambah beban pada tubuh, dan sangat sulit untuk kehilangan seseorang yang telah dinikahi selama itu, di atas segalanya, di atas usia pertengahan 90-an," kata dr Mansberg, menggambarkan.
National Health Service (NHS) Inggris menyatakan kondisi Ratu memenuhi kriteria medis Inggris untuk digolongkan sebagai sindrom geriatri, yang masuk ke dalam kasus khas pada indeks kasus kerapuhan (frailty) Inggris.
"Istilah 'sindrom geriatri' digunakan untuk menggambarkan fitur unik dari kondisi kesehatan umum pada orang tua yang tidak sesuai dengan kategori penyakit tertentu," demikian penjelasan NHS Inggris, seperti disiarkan 7News, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, meninggalnya Ratu Elizabeth II pada usia 96 tahun di Balmoral, kediaman musim panasnya di Skotlandia, pada 8 September 2022, masih tergolong sebagai kematian wajar. Berbeda halnya dengan deretan pesohor dunia yang sengaja mengakhiri hidupnya akibat depresi, entah karena tekanan atau terjangkit rasa sepi, walaupun hidupnya dalam keramaian dengan popularitas tinggi.
Pemeran Superman George Reeves, pada 16 Juni 1959 mengakhiri hidupnya beberapa hari sebelum hari pernikahannya. Ia ditemukan tewas dengan luka tembak di kepala dan terdapat sebuah pistol di dekatnya, sehingga kematiannya disimpulkan sebagai aksi bunuh diri.
Marilyn Monroe, artis Hollywood yang dikenal memiliki sisi feminin yang sangat kuat, ditemukan tewas bunuh diri pada 5 Agustus 1962 di kediamannya di Los Angeles, AS, oleh sebab overdosis obat.
Bintang film Kill Bill dan Kung Fu, David Carradine ditemukan tewas gantung diri di salah satu kamar hotel di Bangkok, Thailand, pada awal Juni 2009. Aktor Amerika berusia 72 tahun itu berada di Thailand untuk syuting film terbarunya Stretch.
Whitney Houston, pemilik suara emas yang melantunkan I Will Always Love You meninggal di kamar mandi dalam keadaan overdosis, pada Februari 2012.
Musisi rock Chris Cornell, yang suara khasnya telah membuatnya menjadi penyanyi utama di Soundgarden dan Audioslave, ditemukan tewas gantung diri di kamar hotelnya pada 19 Mei 2017, beberapa jam setelah Soundgarden tampil di Fox Theatre, Detroit, Michigan, AS. Padahal penyanyi berusia 52 tahun tersebut, hari itu dijadwalkan tampil pada tur lanjutan di Columbus, Ohio.
Sementara, di balik gemerlap dunia hiburan Korea Selatan yang mengundang jutaan pemuja dari berbagai negara, tercatat sebanyak 11 artisnya mati bunuh diri. Di antara nama-nama itu ada Jeon Mi-Seon, Choi Jin-Ri, Goo Ha-ra, dan Jo Hanna serta Jang Ja-yeon.
Adapun angka bunuh diri di seluruh dunia mencapai sekitar satu juta jiwa setiap tahun, seperti yang terdata pada Badan Kesehatan Dunia (WHO). Di Asia Tenggara, angka bunuh diri tertinggi terdapat di Thailand, yaitu 12,9 (per 100.000 populasi), Singapura (7,9), Vietnam (7,0), Malaysia (6,2), Indonesia (3,7), dan Filipina (3,7).
Di Tanah Air, bunuh diri masih menjadi masalah senyap, padahal angkanya kemungkinan beberapa kali lipat dibanding data resmi, mengingat Sample Registry System (SRS) di Kementerian Kesehatan mencatat lebih banyak kematian daripada yang tercatat di Sistem Administrasi Kependudukan (Adminduk).
Di Gunung Kidul DIY, ada mitos Pulung Gantung yang dipercaya sebagai penyebab fenomena tingginya angka bunuh diri di daerah tersebut. Meski tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, banyaknya kasus bunuh diri di sana cukup menyedot perhatian.
Data pada kurun tahun 2015 hingga 2017, terdapat 90 warga Gunung Kidul yang melakukan aksi bunuh diri. Sedangkan angka terbaru di tahun 2022, melaporkan sebanyak 30 kejadian bunuh diri, sedikit turun dibanding tahun 2021 dengan laporan 38 insiden bunuh diri.
Kapolres Gunungkidul AKBP Edy Bagus Sumantri menjelaskan bahwa kebanyakan pelaku bunuh diri berusia lanjut (lansia). Atas keprihatinan itu Polres Gunung Kidul terus menggencarkan program Peduli Lansia (PELAN).
Mengenai pemicu bunuh diri, pada 2018, Wakil Bupati Gunungkidul Immawan Wahyudi menyebutkan bahwa sebagian besar kasus bunuh diri yang menimpa warganya disebabkan karena faktor kesepian.
Antisipasi sepi
Sepi, adalah suatu kondisi yang dapat diantisipasi, bukan untuk diratapi hingga menderita depresi. Sebelum sepi menghinggapi dan menggerogoti rasa percaya diri, bahkan mengembangkan rasa tidak berguna atau seolah tidak punya siapa-siapa, lakukan antisipasi sedari sekarang. Beberapa saran di bawah ini barangkali bisa dipertimbangkan.
- Keterhubungan. Biasanya seseorang merasa kesepian ketika terisolasi dari pergaulan sosial. Maka upayakan selalu terhubung dengan keluarga, orang-orang di lingkungan sekitar, dan pergaulan secara luas. Jaga keterhubungan dengan dunia luar, jangan mengucilkan diri hanya karena merasa memiliki kekurangan, fokuslah pada kekuatan dan kemampuan diri sebagai modal percaya diri untuk tetap eksis dalam pergaulan. Bila telah purna tugas atau pensiun, lebih aktiflah dalam organisasi, komunitas, atau menjadi relawan dalam kegiatan sosial agar selalu memiliki lingkaran perkawanan dan merasa diri masih berarti.
- Pribadi baik. Jadilah pribadi yang menyenangkan supaya tidak dijauhi orang dan tersingkir dari pergaulan. Jika kita hanya mempunyai sedikit teman dalam lingkungan yang terbatas, cobalah introspeksi, kemudian memperbaiki diri. Tatkala telah menjadi pribadi baru yang lebih baik, bukalah diri untuk sebuah pergaulan hangat yang mengasyikkan.
- Tetap berkarya. Jangan membatasi waktu hanya berkarya selama masa kerja. Tetaplah berkarya sepanjang masa dengan atau tanpa institusi yang menaungi. Lakukan hal itu untuk kepuasan pribadi dan tetap tegaknya harga diri, dengan tidak menjadi pensiunan yang pengangguran. Akan lebih membanggakan lagi jika karya-karya itu bermanfaat bagi khalayak.
- Apresiasi diri. Tak ada yang bisa mengenali dan menyayangi diri kita, sebaik kita sendiri. Tak perlu menunggu orang lain untuk memberi apresiasi atas prestasi yang kita capai. Hadiahi diri sendiri manakala suatu misi mampu terselesaikan dengan gemilang. Rayakan capaian apa saja yang layak dirayakan, agar kita tetap dalam kegembiraan.
- Hiburan. Jangan lupa akan memenuhi kebutuhan yang satu ini, hindari jiwa yang sepi dengan berekreasi. Merealisasikannya bisa dengan banyak cara, semisal menonton pertunjukan, jalan-jalan, berpetualang, atau berladang pun bisa sebagai ajang rekreasi.
Permainan perspektif
Tak selamanya sepi merupakan malapetaka. Bagi individu yang piawai memainkan perspektif, rasa, dan suasana sepi bisa disulapnya menjadi hal yang menguntungkan. Karena orang seperti dia berpegang pada If you feel lucky, you get luck. Lantas bagaimana cara memandang sepi sebagai situasi yang menguntungkan?
- Sumber inspirasi. Dalam suasana sepi, banyak ide dan gagasan berseliweran. Bergegaslah menuang ide yang terlintas itu ke dalam kerangka atau konsep, dan bila perlu realisasikan saat itu juga dengan memanfaatkan waktu sepi. Sepi, waktu yang sangat baik untuk berkarya, semisal menulis, melukis, mengarang, dan kegiatan serupa yang membutuhkan ketenangan.
- Ruang bernafas. Selalu berada dalam keramaian adakalanya melelahkan, atau rumah yang terlalu ramai karena tak hanya dihuni oleh keluarga inti, kadang juga membuat sesak oleh sebab sulitnya memperoleh ruang dan waktu privasi. Maka ketika berada dalam suasana sepi, nikmatilah untuk “bernafas” sepuasnya, tanpa berebut oksigen dengan orang lain.
- Nol konflik. Tinggal bersama banyak orang dengan beragam watak dan karakter masing-masing berpotensi menimbulkan konflik, sedangkan saat sepi dan sendiri, tentu saja menjadi nol konflik.
- Meditasi hati. Sepi menjadi kesempatan bagus untuk melakukan perenungan, refleksi diri, dan meditasi hati. Berinteraksi dengan banyak orang mungkin telah menorehkan sejumlah luka batin. Gunakanlah waktu sendiri untuk memulihkannya, karena tak ada yang mampu mengobati luka hati kecuali diri sendiri.
- Khusuk ibadah. Menunaikan ibadah, kadang seperti melakukan aktivitas rutin belaka, mungkin karena kesibukan atau sebagian besar waktu berada di luar rumah. Maka waktu sendiri nan sepi di rumah, merupakan kesempatan emas untuk membangun kedekatan kepada Tuhan, tanpa adanya gangguan. Rawatlah suasana "romantis" dengan Dia yang Maha Pengasih.
Jika kita memiliki hubungan spesial dengan-NYA, dijamin tak akan didera rasa kesepian, apalagi merasa tak punya siapa-siapa.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023