puncak El Nino terjadi pada Agustus-September 2023 mendatang
Jakarta (ANTARA) - Utusan Khusus Presiden (UKP) RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono menekankan pentingnya strategi dan antisipasi yang bijak seluruh elemen masyarakat di tanah air dalam menghadapi dampak El Nino.

Mardiono memperkirakan puncak El Nino terjadi pada Agustus-September 2023 mendatang.

“Kita dihadapkan pada ancaman kekeringan karena fenomena El Nino yang bisa berdampak pada produksi pangan secara nasional. Kemarau panjang dan ekstrem ini harus benar-benar kita antisipasi dengan strategi yang baik,” kata UKP Mardiono saat menyampaikan pidato kunci dalam Focus Group Discussion (FGD) mengenai El Nino yang dikutip di Jakarta, Kamis.

Antisipasi dan mitigasi El Nino yang tidak tepat, disebutnya akan mendatangkan dampak ikutan lain seperti gagal panen, krisis air bersih, kebakaran lahan yang berpengaruh langsung pada keberlanjutan ketahanan pangan.

El Nino tercatat menurunkan produksi padi di Indonesia antara 1-5 juta ton sejak 1990-2020. Tahun ini Badan Pusat Statistik (BPS) mendata realisasi produksi beras pada Februari dan Maret 2023, masing-masing 2,8 juta ton dan 5 juta ton atau lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang ditetapkan sebesar 3,6 juta ton dan 5 juta ton.

“Oleh karena itu, saya berharap seluruh pemangku kepentingan termasuk perguruan tinggi, BRIN, Bapanas, Kementan dan instansi terkait harus menjadi lokomotif dalam menghadapi fenomena alam ini, mengingat pengaruh El Nino terhadap sektor pertanian bersifat langsung dan nyata,” tuturnya.

Selain itu, Mardiono mengingatkan mengenai perlunya perhatian khusus dari instansi terkait dengan mengeluarkan kebijakan berupa perlindungan terhadap para petani yang mengalami gagal panen akibat dampak dari iklim ekstrem karena selain kerugian ekonomi yang sangat dahsyat, kebakaran hutan dan lahan juga membawa dampak kesehatan yang mengerikan.

Lebih lanjut ia juga membahas budaya konsumsi di masyarakat yang mulai menunjukkan gejala terjadinya pemborosan pangan yakni fenomena food waste dan food loss.

Menurut data Bappenas, sampah makanan di Indonesia mencapai 23 sampai 48 juta ton per tahun atau setara dengan 115 sampai 184 kilogram per orang per tahun. Akibat sampah makanan, Bappenas memperkirakan negara setidaknya mengalami kerugian ekonomi yang mencapai Rp213 triliun sampai Rp551 triliun per tahun atau setara dengan 4 sampai 5 persen PDB Indonesia.

“Saya kira ke depan mendesak ada perubahan budaya masyarakat, melalui kampanye program “makan secukupnya” atau “cukup satu porsi” untuk mengubah perilaku masyarakat, dengan mengambil makanan sedikit, dan dapat menambah makanan sesuai porsinya jika diperlukan,” ucap dia.
Baca juga: Bapanas dorong BUMN bidang pangan tambah stok hadapi el nino
Baca juga: Kementan persilakan petani akses KUR dalam menghadapi el nino
Baca juga: Pemerintah antisipasi potensi kekeringan lewat pengadaan air bersih


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023