Inflasi umum melonjak ke 2,75 persen (yoy) di bulan kedua tahun 2024, meningkat signifikan dari 2,57 persen (yoy) di Januari 2024.
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyatakan inflasi umum yang meningkat ke angka 2,75 persen year on year (yoy) sebagian besar dipengaruhi kenaikan harga pangan akibat kombinasi dari sisi permintaan dan pasokan.

“Inflasi umum melonjak ke 2,75 persen (yoy) di bulan kedua tahun 2024, meningkat signifikan dari 2,57 persen (yoy) di Januari 2024. Pergerakan harga pangan telah menjadi faktor pendorong utama inflasi pada lima bulan terakhir, menyusul meluasnya gagal panen akibat meningkatnya intensitas dampak fenomena alam yaitu El Nino,” kata Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam laporan Seri Analisis Makro Ekonomi LPEM FEB UI Maret 2024, di Jakarta, Rabu.

Mengingat komponen makanan merupakan kontribusi terbesar dalam perhitungan inflasi, katanya lagi, maka menjaga harga pangan menjadi isu utama dalam pengendalian inflasi belakangan ini.

Sejak September 2023, Indeks Nino telah mencapai tingkat di atas 0,5, yang berarti mengindikasikan terjadinya El Nino, dan saat ini berada di angka 1,80. Keberlangsungan fenomena El-Nino memicu masa musim panen yang mundur dan mendisrupsi kecukupan pasokan beras.

El Nino diperkirakan bakal mulai mereda, dan musim panen akan segera terjadi antara akhir April hingga awal Mei tahun ini yang berpotensi mengurangi kelangkaan pasokan pangan.

Namun, peningkatan risiko perubahan iklim berpotensi meningkatkan terjadinya disrupsi alam seperti El-Nino di masa mendatang, dan mendorong perlunya kebijakan yang lebih konkret untuk memastikan ketahanan pangan yang krusial dalam keseluruhan manajemen inflasi di masa mendatang.

Pada sisi lain, momentum Ramadhan menyebabkan kenaikan permintaan produk pangan, termasuk beras.

Kombinasi kelangkaan pasokan dan peningkatan permintaan komoditas pangan mendorong inflasi pangan naik mencapai angka 6,73 persen (yoy) pada Februari 2024 dan 5,84 persen yoy pada Januari 2024.

Hasil analisa LPEM FEB UI melaporkan dampak dari kenaikan harga pangan paling terlihat pada komponen harga bergejolak.

Pada Februari 2024, inflasi kelompok harga bergejolak tercatat sebesar 8,47 persen (yoy) atau meningkat drastis dari 7,22 persen yoy di bulan sebelumnya, dan mencapai titik tertinggi sejak Oktober 2022. Inflasi bulanan kelompok harga bergejolak turut meningkat dari 0,01 persen (month to month/mtm) pada Januari 2024 ke 1,53 persen (mtm) pada Februari 2024.

Eskalasi kelompok harga bergejolak didorong oleh kenaikan harga berbagai komoditas. Pada Februari 2024, berbagai komoditas mengalami kenaikan harga, seperti harga beras meningkat sebesar 17,53 persen yoy, harga bawang putih 33,40 persen yoy, dan harga cabai merah 47,37 persen yoy.

Kemudian, inflasi inti pada Februari 2024 tercatat stabil di angka 1,68 persen yoy, cenderung tidak berubah dari bulan Januari 2024. Inflasi inti mencapai pertumbuhan tahunan terendah sejak Januari 2022 yang mengindikasikan keberlanjutan tren pelemahan daya beli masyarakat.

Pertumbuhan bulanan inflasi inti, juga menunjukkan tren serupa yang ditampakkan oleh penurunan inflasi dari 0,20 persen mtm pada Januari 2024 ke 0,14 persen mtm pada Februari 2024.

“Namun, tekanan pada daya beli masyarakat relatif termoderasi dengan adanya pemberian subsidi dan bantuan sosial dari pemerintah dan partai politik menjelang pemilu (pemilihan umum) nasional,” ujar Teuku.

Di sisi lain, katanya lagi, kelompok harga diatur pemerintah meningkat secara bulanan ke 0,15 persen mtm pada Februari 2024 dari -0,48 persen mtm di bulan sebelumnya.

Kenaikan itu dipicu komponen inflasi sigaret kretek mesin, seiring dengan terjadinya transmisi kenaikan harga secara bertahap oleh produsen terhadap harga jual sebagai imbas dari kenaikan cukai rokok beberapa bulan lalu.

Kendati demikian, tidak adanya penyesuaian harga secara signifikan oleh pemerintah di bulan Februari 2024 menyebabkan inflasi tahunan harga yang diatur pemerintah melandai ke 1,67 persen yoy dari 1,74 persen yoy di Januari 2024.

“Walaupun solusi jangka pendek dalam bentuk peningkatan impor untuk mengurangi kelangkaan pasokan dan pengendalian inflasi secara aktif melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah telah diimplementasikan, strategi jangka panjang masih tetap dibutuhkan,” ujar dia lagi.
Baca juga: Khofifah dorong peningkatan produktivitas pertanian cegah inflasi
Baca juga: BI Banten sebut 4 rekomendasi antisipasi peningkatan inflasi tahun ini


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024