Pengakuan sang anak sontak menumbuhkan semangat juang Dadang bekerja lebih gigih demi memiliki rumah yang nyaman.
Jakarta (ANTARA) - Butuh dua tahun lamanya bagi Dadang (43), warga Desa Rimba Balai, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, hingga bisa memberikan rumah yang bersih, hangat, dan nyaman bagi keluarganya untuk ditinggali.

Selama ini, Dadang makan dan tidur di sebuah rumah kecil yang dindingnya terbuat dari kayu dan atap yang ditutupi oleh daun kelapa kering berwarna kecokelatan.

Di bagian depan sebuah pagar kayu putih di bangun untuk menjadi batas rumah dengan jalan setapak. Sementara di sisi kanannya tumbuh beberapa pepohonan hijau kecil dan di bawahnya ada tanah cokelat yang kondisinya agak kering dengan sumber air yang agak keruh.

Karena tidak mempunyai mobil, untuk bisa sampai ke jalan desanya pun Dadang dan warga lainnya harus berjalan di pinggir-pinggir ruas jalan Tol Kayuagung-Palembang-Betung yang masih dalam proses pembangunan.

Di sana ia tinggal bersama mertuanya, istrinya, Rika (26), dan anak keduanya yang berusia dua tahun. Sedangkan si sulung yang usianya sembilan tahun terpaksa tinggal bersama saudaranya di tempat lain lantaran mengaku tak nyaman tinggal di sana.

Suasana lokasi tempat Dadang tinggal di Rimba Balai, Banyuasin, Sumatera Selatan. ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti
Dadang mengatakan salah satu yang memicu sang anak tidak betah tinggal adalah sumber air dan sanitasi yang kurang baik. Selama ANTARA berada di lokasi itu, air di kamar mandi warga yang digunakan untuk buang air kecil pun tampak keruh dan sedikit berbau.

Ia membenarkan dengan mengatakan harus merogoh uang Rp8 ribu guna membeli satu galon air bersih untuk minum. Namun air galon langsung ludes dalam semalam. Adapun keperluan lain, misal, untuk mencuci pakaian atau mandi, keluarganya memanfaatkan air dari sumur terdekat.

Pengakuan sang anak sontak menumbuhkan semangat juang Dadang bekerja lebih gigih demi memiliki rumah yang nyaman. Terlebih setelah mendengar imbauan Pemerintah yang menggaungkan bahaya anak terkena stunting akibat air kotor dan rumah yang tidak bersih.

Dari hasil menggores pohon karet di lahan seluas 1 hektare per hari, Dadang bisa mendapatkan penghasilan Rp300 ribu. Namun terkadang uangnya harus dibagi dua dengan pemilik kebun dan tak melulu ia dapatkan karena pekerjaannya amat bergantung pada kondisi cuaca.

Jika cuaca hujan, pekerjaan harus dihentikan karena getah karet banyak mengalir dan karet yang ada dalam pohon jadi membeku. Alhasil, tak ada uang yang bisa ia dapatkan.
 

Dapat bantuan rumah

Dadang tidak pernah menyerah, penghasilan yang tidak tetap itu akhirnya diakali dengan bekerja serabutan siang dan malam di tempat lain, meski belum pernah bekerja di luar satu kabupaten yang sama. Selagi hasil jerih payahnya halal, pekerjaan itu akan diambilnya.

Sampai suatu hari ketika kepala desa datang dan menyampaikan bila dirinya terpilih mendapatkan bantuan dari program bedah rumah keluarga berisiko stunting. Bersyukur dia, setelah tahu akan mendapatkan rumah berukuran 10x15 meter yang di dalamnya terdiri atas satu kamar tidur, satu kamar mandi dengan sanitasi air yang bersih, serta satu ruang keluarga.

Dadang mengatakan kepala desa berusaha membantu dirinya mendapatkan bantuan melalui data keluarganya yang sudah tercatat secara by name by address di Pemerintah sebagai persyaratan penerima bantuan.

Semua persyaratan diurus sampai selesai oleh pihak kepala desa dan jajaran. Sementara terkait dengan biaya pembangunan, rumah bisa Dadang dapatkan tanpa dipungut biaya apa pun karena biaya material bangunan berasal dari kerja sama 14 perusahaan sebagai bentuk CSR beserta Bupati Banyuasin, Askolani, sendiri.

Dadang hanya perlu membayar harga tanah sebesar Rp10 juta. Meski masih ada harga yang harus dibayarkan, dia tidak merasa keberatan. Kepala desa sudah menjelaskan tanah bisa dilunasi sesuai dengan kemampuan keluarga dan tidak ada batas waktu melakukan pelunasan.

Jadi, dalam sekali pembayaran cicilan, uang yang Dadang keluarkan sebesar Rp400 ribu, bisa juga lebih jika ada rezeki sewaktu-waktu. Dalam waktu 2 tahun saja, ia berhasil hampir melunasi tanah itu.

Ketika ANTARA berkunjung ke rumah barunya pada Kamis (6/7) lalu, rumah itu sudah hampir rampung. Dadang bahkan sudah bisa mandi di sana. Beberapa barang pribadi seperti audio stereo antik dan sebuah sajadah pun diletakkan di depan ruang tidur.

Kini ia berharap, rumah yang tinggal dilapisi ubin dan bagian dalamnya dihias dengan sentuhan warna-warni beserta beragam perabotan, bisa segera ia dan keluarga kecilnya tinggali.

“Aku belum tahu kapan rumah ini jadi betul, tapi aku tunggu buat cepat-cepat ditinggali. Sertifikat rumah nanti dikasih,” ujarnya haru.
 

Bantuan akan dilakukan merata

Menanggapi kisah Dadang, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Sumatera Selatan Basyarudin Ahmad menyebut bahwa program bedah rumah menargetkan ada 100 unit yang akan dibangun dalam skema Perumahan Kampung Keluarga Berencana (Kampung KB) Rimba Balai dan ditargetkan rampung pada akhir tahun.

Rumah Dadang merupakan satu dari 30 rumah tahap I yang berhasil dibangun sampai hari ini.

Program ini ditujukan untuk menyadarkan masyarakat bahwa selain kekurangan gizi kronis dari aspek kesehatan, dari segi tempat tinggal pun stunting juga bisa terjadi karena infeksi berulang akibat anak kekurangan asupan air bersih atau kurangnya sanitasi yang baik.

Basyarudin pun membeberkan bahwa untuk menentukan penerima bantuan terpilih, Pemerintah harus melihat dan menyisir terlebih dahulu data dan kondisi keluarga dalam data pendataan keluarga (PK) yang sudah ada, gang salah satu syaratnya adalah tidak memiliki pendapatan yang tetap (not fixed income) atau diketahui anggotanya berisiko mengalami stunting.

Nantinya, bagi yang terpilih bisa mengangsur melalui badan usaha milik desa (Bumdes) tanpa nominal atau batas waktu pembayaran yang ditentukan.

Kondisi perumahan keluarga berisiko stunting Rimba Balai yang masih dalam tahap pembangunan. ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti
Program bedah rumah keluarga berisiko stunting juga sudah dirasakan warga daerah lain, seperti di Lubuk Linggau, Musi Rawas, dan Pagar Alam. Kemudian selain petani karet, ia menyebut jenis pekerjaan yang sudah menerima bantuan serupa di antaranya penyapu jalan, perawat kerbau, guru honorer, hingga pegiat olahraga.

Dalam proses pembangunan air dan listrik di area sekitar, Basyarudin menjelaskan pihaknya masih akan berkoordinasi lebih dalam bersama pihak PSU (Prasarana dan Sarana Utilitas) terkait perbaikan jalan yang dicor, laju sanitasi, hingga persampahan.

Bupati Banyuasin Askolani ikut menanggapi bila Rimba Balai merupakan proyek percontohan pertama untuk membantu keluarga berisiko stunting di wilayahnya. Rencananya, program yang sama akan diadakan di semua kecamatan di Banyuasin.

Dana yang digunakan untuk membangun rumah warga, sepersen pun tidak mengambil dana APBD, tapi ia kumpulkan bersama 14 perusahaan yang nominalnya sudah mencapai Rp735 juta.

Askolani juga menegaskan baik dirinya atau pemerintah Sumatera Selatan, tidak pernah memotong gaji pegawai negeri sipil (PNS) sebagai bentuk paksaan untuk terlibat dalam penanganan stunting. Justru, pihak lain yang dengan sukarela ikut membantu supaya setiap anak bisa tumbuh dengan sehat.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo yang ikut mengunjungi bedah rumah itu    menambahkan berdasarkan data DTKS tahun 2020, terdapat sebanyak 30.284 unit rumah tidak layak huni (RTLH) di Banyuasin. Hingga tahun 2022 sebanyak 10.851 unit telah dilakukan penanganan RLTH.

Adanya program bedah rumah itu sangat membantu Pemerintah Pusat khususnya, dalam menyosialisasikan pentingnya ketersediaan air bersih untuk mencegah anak terkena infeksi berulang seperti diare yang diakibatkan oleh bakteri Escherichia coli atau E. coli.

Hasto bersyukur lewat program itu juga, air yang digunakan keluarga yang berisiko stunting di rumah bisa dipastikan berkualitas baik.

Keluarga juga jadi mempunyai tempat untuk menampung air, baik dari sumur, sungai, atau sumber mata air terdekat ketika bangsa ini mulai menghadapi potensi kekeringan karena adanya fenomena El Nino.

Meski menerima bantuan, Hasto meminta kepada para warga supaya menjaga lingkungan dan akses air tetap dalam kondisi yang bersih. Cara itu dapat sangat membantu keluarga agar tidak kesulitan mencari air bersih di kemudian hari sekaligus mencegah anak tumbuh dalam keadaan stunting

“Tolong jaga betul sumber air minumnya. Jangan digunakan untuk mandi, cuci, kakus (MCK). Itu saja pesan saya," ucapnya.

Kalau sampai hal itu dilakukan, menurut dia, banyak anak kena diare dan sulit mencegah anak terkena stunting.







 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023