"Posisinya sudah tersangka karena sudah kita panggil dan tidak hadir, kita sudah masukan DPO,"
Garut (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Garut menetapkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap mantan Kepala Desa (Kades) Sukanagara, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, karena selalu mangkir saat dilakukan pemanggilan setelah menjadi tersangka kasus tindak pidana korupsi Anggaran Dana Desa (ADD) yang merugikan keuangan negara ratusan juta rupiah.

"Posisinya sudah tersangka karena sudah kita panggil dan tidak hadir, kita sudah masukan DPO," kata Kepala Kejaksaan Negeri Garut Halila Rama Purnama usai pemusnahan minuman keras di Pendopo Garut, Rabu.

Ia menuturkan Kejari Garut menetapkan tersangka mantan kepala desa inisial AK karena hasil pemeriksaan melakukan dugaan penyelewengan dana desa tahun anggaran 2019-2020.

Dugaan korupsi itu, kata dia, berawal dari adanya laporan masyarakat, kemudian Kejari Garut sesuai dengan aturan melakukan pendalaman hingga akhirnya menetapkan kades tersebut sebagai tersangka.

"Identitasnya belum bisa kami ungkap karena masih penyidikan, nanti saat penuntutan kita ungkap selebar-lebarnya," katanya.

Ia mengungkapkan tindak pidana korupsi tersangka itu dilakukan saat menjabat sebagai kepala desa dengan menyelewengkan uang ADD seperti untuk program Posyandu, proyek fiktif, kemudian menaikkan harga dalam sejumlah program.

Akibat perbuatannya itu, kata dia, diperkirakan cukup besar sampai ratusan juta rupiah yang uangnya digunakan untuk keuntungan pribadi.

"Semuanya ada delapan kegiatan, motifnya 'mark up' dan fiktif," katanya.

Ia menyampaikan Kejari Garut akan melakukan pengejaran sampai tersangka dapat menjalani proses hukum lebih lanjut.

Sebaiknya, kata dia, tersangka menyerahkan diri, dan mengimbau masyarakat untuk melaporkan ke Kejari Garut apabila mengetahui keberadaan tersangka.

"Tentunya, kami akan mencari yang bersangkutan, secepatnya," katanya.

Ia menambahkan jajarannya saat ini cukup banyak menerima laporan dari masyarakat terkait dugaan kasus korupsi di Garut.

Namun laporan itu, kata dia, harus melewati mekanisme yang berlaku, seperti memintai keterangan saksi-saksi, dan juga alat bukti lainnya untuk bisa naik ke tahapan penyelidikan dan penyidikan.

"Ada aturannya, tentunya harus cukup alat bukti untuk memproses hukum kasus tindak pidana korupsi," katanya.



 

Pewarta: Feri Purnama
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023