Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sebagai saksi kasus suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan, karena yang bersangkutan sedang berada di luar kota.

"Pak Menhub telah berkirim surat kepada tim penyidik KPK bahwa tidak bisa hadir karena ada kegiatan lain. Tentu dari KPK akan Kami jadwalkan ulang pemanggilan kepada yang bersangkutan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.

Ali tidak menjelaskan secara detail alasan pemanggilan terhadap Budi Karya, namun mengungkapkan bahwa keterangan yang bersangkutan diperlukan dalam proses penyidikan perkara tersebut.

"Kami memanggil Menteri Perhubungan karena diperlukan keterangannya dalam proses penyidikan yang sedang kami lakukan," ujarnya.

Meski demikian Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai jadwal pemeriksaan terhadap Budi Karya.

Pada kesempatan terpisah, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengungkapkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat ini belum bisa memenuhi panggilan penyidik karena sedang berada di luar kota untuk keperluan dinas.

"Saat ini Menhub tengah mendapat tugas untuk meninjau proyek transportasi di luar kota sehingga permintaan keterangan kami mohonkan untuk dapat dijadwalkan kembali," kata Adita dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Namun dia memastikan bahwa Kemenhub sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi dan akan bekerja sama sepenuhnya dengan aparat penegak hukum termasuk KPK.

Untuk diketahui, KPK awalnya hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebagai saksi kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan terkait dengan dugaan suap pembangunan jalur kereta api di Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa-Sumatera pada tahun anggaran 2018-2022.

Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Selasa (11/4) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dengan dugaan korupsi di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA).

KPK lantas menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Para tersangka tersebut terdiri atas empat pihak yang diduga sebagai pemberi suap, yakni Direktur PT IPA (Istana Putra Agung) Dion Renato Sugiarto (DRS), Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma) Muchamad Hikmat (MUH), Direktur PT KA Manajemen Properti sampai Februari 2023 Yoseph Ibrahim (YOS), dan VP PT KA Manajemen Properti Parjono (PAR).

Enam tersangka lainnya diduga sebagai penerima suap, yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi (HNO), Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Tengah Putu Sumarjaya, pejabat pembuat komitmen (PPK) BTP Jawa Tengah Bernard Hasibuan (BEN), PPK BPKA Sulawesi Selatan Achmad Affandi (AFF), PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah (FAD), dan PPK BTP Jawa Barat Syntho Pirjani Hutabarat (SYN).

Pengungkapan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan dan perbaikan rel kereta diduga terjadi pada tahun anggaran 2021-2022 pada proyek sebagai berikut:

1. Proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso.
2. Proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan.
3. Empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat.
4. Proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

Kisaran suap yang diterima sekitar 5—10 persen dari nilai proyek dengan perkiraan nilai suap yang diterima keenam tersangka mencapai sekitar Rp14,5 miliar.

Atas perbuatan para tersangka penerima suap, menurut dia, dikenai Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Para tersangka pemberi suap dikenai Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: KPK umumkan penyidikan kasus dugaan korupsi di PTPN XI

Baca juga: KPK datangi PTPN XI terkait pengadaan lahan di Baluran dan Kejayan

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023