Intervensi yang efektif terdiri atas lima pilar penting, yakni pemberian insulin, diet makan yang diatur sesuai kebutuhan dan usia, dimonitor diabetes-nya, berolahraga, dan edukasi
Bogor (ANTARA) - Project Lead Changing Diabetes in Children (CDiC) Indonesia Prof Aman Bhakti Pulungan mengemukakan lima pilar intervensi yang efektif untuk menstabilkan diabetes melitus tipe 1 pada usia anak.

"Intervensi yang efektif terdiri atas lima pilar penting, yakni pemberian insulin, diet makan yang diatur sesuai kebutuhan dan usia, dimonitor diabetes-nya, berolahraga, dan edukasi," kata Prof Aman Bhakti Pulungan di sela kegiatan CDiC Camp di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Ia mengatakan, pemberian insulin menjadi faktor terpenting untuk menstabilkan diabetes tipe 1 akibat kadar gula darah yang tinggi. Penyebab diabetes tipe 1 karena tubuh tidak bisa menghasilkan hormon insulin secara optimal sehingga glukosa dalam darah tidak bisa masuk ke dalam sel tubuh dan diolah menjadi energi.

Pemberian insulin dari luar merupakan kontrol terbaik bagi pasien diabetes tipe 1 agar dapat terus mempertahankan kondisi normal hemoglobin di angka normal kurang dari 6,5 atau maksimal 7.

"Edukasi yang paling bagus adalah kontrol metabolisme HbA1C atau rata-rata sel darah merah selama tiga bulan. Kalau turun ke normal dia harusnya di bawah 7, kalau bisa di bawah 6,5. Saat ini rata-rata angka nasional masih di angka 10," katanya.

Aman yang kini berprofesi sebagai dokter spesialis anak konsultan endokrinologi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu mengatakan diet makan pada pasien diabetes tipe 1 juga perlu diperhatikan agar disesuaikan dengan kebutuhan dan usia. Pasien diabetes tipe 1 juga perlu memperhatikan hitungan karbohidrat pada menu makan dan minum.

"Golnya mereka bisa mandiri, bisa sadar dan tidak membohongi lagi konsumsi makannya," katanya.

Orang tua juga perlu terus mengawasi diabetes pada anak melalui cek rutin gula darah di berbagai fasilitas penyedia layanan. "Kalau insulin bagi pasien diabetes sudah dicover BPJS Kesehatan, hanya ada beberapa yang belum, seperti cek gula darah dan insulin pump, dan lainnya," katanya.

Dikatakan Aman, CDiC Camp yang kini diikuti sekitar 60 peserta dari kalangan pasien diabetes tipe 1 pada rentang usia 8 hingga 24 tahun merupakan salah satu contoh kegiatan berolahraga sekaligus edukasi kepada keluarga.

Peserta merupakan pasien yang melakukan kontrol penyakit di RS Jabodetabek serta terdaftar di PrimaKu sebagai aplikasi pencatat gula darah di Indonesia.

Changing Diabetes in Children (CDiC) adalah salah satu program kerja sama dari Novo Nordisk dan mitra globalnya dengan Kementerian Kesehatan RI dan IDAI untuk memperbaiki kesehatan anak-anak penderita diabetes tipe 1 di Indonesia.

CDiC merupakan program untuk meningkatkan akses perawatan dan obat-obatan untuk anak-anak dan remaja dengan DMT1 dan program edukasi ke tenaga kesehatan, pasien, dan masyarakat secara umum mengenai pentingnya diagnosa awal terhadap diabetes tipe 1.

Bertempat di INAGRO Camp, Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, peserta dari kalangan anak dan orang tua disertakan dalam aktivitas dalam dan luar ruangan yang menantang fisik serta kemampuan kecerdasan dalam mengenal berbagai informasi seputar diabetes tipe 1.

Peserta yang berasal dari Jabodetabek dibagi dalam dua kelompok, yakni anak dan orang tua untuk mengikuti kegiatan edukasi yang melibatkan tenaga medis terlatih, seperti takaran insulin berdasarkan asupan makanan anak, posisi penyuntikan insulin yang tepat, asupan makanan dan minuman yang aman, hingga games.

"Kami harus mengedukasi mereka, seperti posisi suntik insulin penggantian jarum, hitung gula darah, karbohidrat harus dihitung. Itu tidak gampang, seminggu bisa lupa, tapi ini kan mereka harus ingat seumur hidup," katanya.

IDAI melaporkan prevalensi diabetes melitus tipe 1 pada anak di Indonesia semakin meningkat. Meskipun pada kenyataannya IDAI hanya mencatat sejumlah 1.249 anak-anak dengan diabetes tipe-1 di Indonesia pada kurun 2017-2019, prevalensi DMT1 pada anak-anak yang sebenarnya diprediksi lebih tinggi karena kemungkinan kesalahan diagnosis ataupun tidak terdiagnosis.

Hal itu mengakibatkan jumlah anak dengan diabetes tipe 1 di Indonesia mengalami komplikasi diabetes serius (ketoasidosis diabetikum/DKA) saat terdiagnosis menjadi meningkat dari 63 persen pada 2015--2016 menjadi 71 persen pada 2017.

Baca juga: Menkes tugasi RSCM jadi pengampu RS daerah tangani diabetes
Baca juga: RSCM: Advanced Diabetes Center perkuat jejaring layanan diabetes
Baca juga: RSCM: Kerja sama dengan Joslin inovasi cegah kematian diabetes

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023