Kota Bogor (ANTARA) - SEAMEO Biotrop memperkuat presidensi Indonesia di ASEAN dengan memperluas implementasi hasil kajian edukasi siswa SMA/SMK mengenai pengetahuan biodiversitas atau keanekaragaman hayati ke negara-negara anggota.

"Terkait dengan penguatan SEAMEO Biotrop terhadap presidensi Indonesia itu sudah dilaksanakan dan sedang berjalan karena SEAMEO Biotrop sudah melakukan kajian dengan SEAMEO Center Risets Policy Network yang ada di Asia Tenggara dengan total 31 anggota," kata Kepala Seksi Teknologi Lingkungan dan Keamanan SEAMEO Biotrop Risa Rosita kepada ANTARA di Kota Bogor, Selasa.

Risa menerangkan bahwa SEAMEO Biotrop telah melakukan kajian untuk meningkatkan penelitian-penelitian berkualitas dalam mendukung kebijakan yang relevan dengan edukasi.

Hal itu karena untuk menjaga biodiversitas, selain dari sember daya alam juga harus mengeksplor sumber daya manusia yang ditanamkan kepada generasi-generasi muda.

Menurut dia, presidensi Indonesia strategis, sebab letak Indonesia ada di lempeng Asia Pasifik yang membentuk 75 persen gunung merapi dan 28 persennya ada di Indonesia sehingga edukasi menjadi kunci. Sebab dengan kondisi itu, negara ini rentan sekali terkena bencana alam, artinya sekali datang, pasti banyak yang hilang.

Indonesia termasuk negara megabiodiversitas di daratan namun jika ditambah dengan laut, menjadi yang pertama di ASEAN. Tetapi biodiversitas laut Indonesia belum sebesar biodiversitas di darat untuk eksplorasinya. Jadi memang perlu pengkajian lebih lanjut untuk yang di laut.


Misalnya, seperti kajian SEAMEO Biotrop yang melihat seberapa tinggi dan seberapa rendah kepedulian siswa SMA dan siswa SMK di Indonesia, nanti akan dikembangkan ke negara-negara Asia Tenggara, karena beberapa negara sudah menyetujui untuk mengimplementasikan dan mengadopsi dari kajian yang sudah dilakukan oleh Biotrop.

"Itu nanti akan dilaksanakan dan untuk yang Indonesia sudah selesai dilaksanakan ya dan hasilnya dari 72 persen persentase penurunan biodiversitas, dari jawaban yang paling tinggi itu hanya 23 orang siswa dari 100 responden yang bisa menjawab hal tersebut," kata dia.

Dengan angka tersebut, kata Risa, kajian Biotrop menunjukkan bahwa memang konsep keanekaragaman hayati itu belum penuh dimiliki oleh siswa SMA dan SMK. Kondisi ini kemungkinan besar juga terjadi di negara-negara Asia Tenggara.

Risa merinci, data penelitian dari pengukuran untuk analisis melihat indikator keberhasilan pengetahuan, hanya 54 persen dari 100 responden yang memiliki, mengetahui pengetahuan keanekaragaman hayati.

Selanjutnya, hanya 40 persen siswa yang memiliki sikap untuk mengetahui bagaimana cara memulihkan, melestarikan keanekaragaman hayati. Lalu hanya 37 siswa yang sudah tahu akan melakukan praktek atau sudah melakukan praktek untuk pemulihan dan pelestarian biodiversitas, seperti tidak membuang sampah sembarangan dan tidak merusak kebun atau lahan.

Kemudian 25 persen siswa menyatakan tahu mengenai pelestarian keanekaragaman hayati, sisanya belum tahu. Ada 21 siswa yang hanya menjawab sosial media untuk melakukan keanekaragaman hayati. Jadi yang 70 sekian persen belum tahu tentang itu.

Oleh sebab itu, berdasarkan hasil kajian ini sangat penting dan sudah dipersentasikan dalam MEA CVRM Suummit 2022 dengan 31 member di Asia Tenggara, bahwa kita komitmen untuk mengetahui seberapa penting biodiversitas yang ada di Asia Tenggara, luar Indonesia.

Risa menyebut, negara-negara yang akan bergabung, ada dari anggota Pilifina, Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja dan Myanmar yang nanti diharapkan bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah se-Asia Tenggara terkait teknologi yang sudah siap untuk meningkatkan pemahaman pemuda agar keanekaragaman hayati agar tidak hilang wujudnya.
Baca juga: SEAMEO Biotrop: biodiversitas ASEAN bisa jadi kekuatan ekonomi dunia
Baca juga: SEAMEO Biotrop pandang isu biodiversitas penting pada KTT ASEAN
Baca juga: SEAMEO Biotrop usul keanekaragaman hayati masuk Kurikulum Merdeka
Baca juga: SEAMEO Biotrop berikan kontribusi pengembangan pendidikan di Indonesia



 

Pewarta: Linna Susanti
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023