Banda Aceh (ANTARA) - Kalangan aktivis lingkungan hidup menyebutkan penyelesaian interaksi negatif satwa dilindungi di Provinsi Aceh harus dilakukan menyeluruh, tidak kasus per kasus.

"Penyelesaiannya jangan parsial atau kasus per kasus. Selamanya ini penyelesaiannya per kasus sehingga tidak maksimal," kata Nurul Ikhsan di Banda Aceh, Kamis.

Pernyataan tersebut dikemukakan Nurul Ikhsan menanggapi vonis majelis hakim Pengadilan Idi, Kabupaten Aceh Timur, terkait kasus pembunuhan harimau di daerah tersebut.

Menurut Nurul Ikhsan, penindakan hukum terhadap pelaku bukanlah jawaban persoalan interaksi negatif satwa dilindungi. Memang, penindakan hukum memberi efek jera bagi pelaku dan menjadi contoh bagi yang lain untuk tidak membunuh satwa dilindungi.

Baca juga: Senator desak KLHK tangani konflik harimau di Aceh Timur

Baca juga: Harimau betina masuk perangkap di Aceh dipindahkan ke Sumatera Utara


"Persoalan, pembunuhan kematian satwa dilindungi masih saja terus terjadi. Pembunuhan terjadi selain perburuan, juga karena interaksi negatif satwa dengan masyarakat setempat," katanya.

Seperti kasus pembunuhan harimau di Aceh Timur, kata dia, terjadi karena pelaku merasa kesal setelah ternak kambingnya dimangsa satwa dilindungi tersebut. Pelaku akhirnya menaburkan racun di bangkai kambing, sehingga menyebabkan kematian harimau.

Akan tetapi, apapun alasannya, perbuatan tersebut tetap tidak boleh dilakukan. Interaksi negatif tersebut harus dicarikan solusi, sehingga kasus-kasus serupa tidak terulang, katanya.

Apalagi kondisi sekarang ini, habitat satwa dilindungi semakin sempit atau menyusut karena pembukaan kawasan hutan untuk lahan perkebunan dan lainnya," kata Nurul Ikhsan.

Terkait vonis hakim yang menghukum terdakwa pembunuhan harimau dengan hukuman satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp50 juta subsidair empat bulan penjara, ia mengatakan putusan tersebut belum maksimal.

Hukuman maksimal terkait kematian satwa dilindungi selama lima tahun. Dan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam.

"Jadi, sekali lagi kami sampaikan bahwa penegakan hukum bukan jawaban atas interaksi negatif satwa dilindungi dengan manusia. Sebab itu, harus ada penyelesaian komprehensif atau menyuruh," kata Nurul Ikhsan.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Idi memvonis terdakwa Syahril karena terbukti menyebabkan kematian harimau dengan hukuman satu tahun delapan bulan penjara.

Terdakwa Syahril didakwa dengan sengaja meracuni satu harimau sumatra dengan cara menabur racun hama ke bangkai kambing miliknya yang dimangsa satwa tersebut. Akibat, satwa dilindungi tersebut ditemukan mati pada Selasa 21 Februari 2023.*

Baca juga: Mantan Bupati Bener Meriah divonis satu setengah tahun penjara

Baca juga: BKSDA kerahkan tim lacak harimau penerkam ternak di Aceh Timur

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023