Salah satu fenomena yang dihadapi inventor yakni sindrom “lembah kematian”, kegiatan riset hanya sampai tahap menghasilkan publikasi.
Jakarta (ANTARA) -
Beberapa waktu terakhir publik dihebohkan dengan Nikuba yang ditemukan oleh seorang warga Cirebon, Aryanto Misel. Invensi ini diyakini mampu mengubah air menjadi energi sebagai pengganti bahan bakar minyak.

Bahkan dengan alat tersebut, diklaim hanya dengan satu tetes air dapat menempuh jarak sekitar 50 kilometer. Alat yang dapat mengkonversi itu disebut sudah diuji dengan memasangnya di sejumlah kendaraan dinas TNI.

invensi atau penemuan tersebut menjadi viral setelah diunggah ke media sosial. Apalagi beberapa waktu lalu, Aryanto juga baru pulang dari Italia guna mempresentasikan hasil penemuannya ke sejumlah perusahaan otomotif. Namun sampai saat ini, Nikuba tersebut belum juga diuji secara ilmiah.

Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Kementerian/Lembaga Masyarakat, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dadan Nugraha, membuka pintu agar Nikuba diuji secara ilmiah.

Ketua Asosiasi Inventor Indonesia (AII), Prof.  Didiek Hadjar Goenadi, menyatakan inovasi tidak hanya dapat berasal dari peneliti yang memiliki institusi tetapi juga dari masyarakat. Akan tetapi, Didiek berharap masyarakat tidak terjebak dengan apa yang dinamakan dengan pseudoscience atau ilmu semu.
 
Pseudoscience atau ilmu semu, menurut Merriam Webster, bermakna teori, asumsi, atau bahkan metode yang keliru namun dianggap ilmiah. Mungkin masyarakat masih ingat dengan sejumlah penemuan yang too good to be true atau terlalu indah untuk jadi nyata.

Misalnya, pada 2019, khalayak dihebohkan dengan hasil penelitian tiga siswa SMAN 2 Palangkaraya yang menemukan manfaat kayu Bajakah untuk pengobatan kanker. Namun setelah diuji dalam penelitian lanjutan, kandungan senyawa fitokimia pada kayu tersebut lebih efektif untuk pencegahan dibandingkan dengan pengobatan.

Pada medio 2008, publik Indonesia juga dihebohkan dengan Blue Energy yang juga dapat mengubah air menjadi bahan bakar. Tak hanya masyarakat yang ditipu, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun turut dikelabuhi oleh "penemunya", Joko Suprapto.

“AII ingin menilai secara objektif, apa pun yang dilakukan oleh seorang warga negara yang kemudian diklaim menghasilkan manfaat dan memiliki nilai ekonomi, harus dibuktikan secara ilmiah,” kata Didiek dalam peringatan Hari Lahir AII ke-15 di Jakarta, beberapa waktu lalu.​​

Viralnya temuan masyarakat tersebut  menunjukkan bahwa masyarakat sangat rindu dengan inovasi-inovasi canggih yang dilakukan oleh anak bangsa. Maka tak heran begitu ada inovasi, masyarakat pun berbondong-bondong ingin mengetahuinya.

“Kami sangat mendukung adanya penemuan dari masyarakat atau yang kami klasifikasikan sebagai inventor mandiri. Apalagi jika penemuannya tersebut bermanfaat bagi masyarakat,” imbuh dia.

"Lembah Kematian"
 
Tantangan yang dihadapi oleh inventor tidaklah mudah. Tak berarti setelah adanya penemuan atau invensi, maka dengan mudah akan dihilirisasi atau diterima oleh masyarakat.

Salah satu fenomena yang dihadapi inventor yakni sindrom “lembah kematian”, yakni satu sindrom yang mana kegiatan riset yang dilakukan oleh peneliti hanya sampai pada tahap menghasilkan publikasi.

Didiek menjelaskan penyebab utama terjadinya sindrom tersebut karena sebagian besar pendanaan riset hanya dilakukan hingga tingkat kesiapan teknologi atau technologi readiness level (TRL) hanya sampai pada level 7 atau pada pembuatan purwarupa. Hal itu disebabkan perspektif yang menganggap penerapan hilirisasi merupakan tanggung jawab industri.
 
Sementara, industri juga menganggap bahwa jika hasil penemuan pada TRL 7 tersebut masih memiliki risiko yang besar. Industri menunggu hasil penemuan tersebut naik ke TRL 8 atau hasil penemuan sudah lengkap dan memenuhi syarat.

Pihak AII berupaya mengatasi sindrom yang dihadapi para inventor dalam komersialisasi invensinya. Diperlukan mitra-mitra yang terdiri atas institusi penghasil invensi, lembaga penyedia dana riset dan perakitan teknologi, asosiasi industri atau pengusaha, pemerintah, dan masyarakat umum termasuk inventor mandiri.

Salah satu misi AII adalah membantu inventor untuk mengatasi kendala atau hambatan dalam komersialisasi invensinya, memperkuat kemampuan inventor dalam berinvensi, dan membekali inventor dengan kemampuan memasarkan penemuannya.

Dia memberikan contoh kampus atau perguruan tinggi yang menjadi "gudangnya" invensi atau penemuan yang dapat dilihat dari banyaknya paten yang didaftarkan. Padahal untuk mempertahankan paten membutuhkan biaya tak sedikit dan menjadi pada akhirnya menjadi beban bagi periset dan kampus. Oleh karena itu perlu dilakukan komersialisasi, sehingga penemuan tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
 
Pada 2022, AII sendiri mendapatkan amanah untuk melakukan valuasi atas 49 invensi Grand Riset Sawit (GRS) 2015-2021, yang dimulai dari Oktober 2022 dan akan berakhir Oktober 2023. Kegiatan itu merupakan lanjutan atas kerja sama sebelumnya antara AII dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit tahun 2021-2022.

Dari kegiatan tahun sebelumnya, terdapat 13 teknologi terkait kelapa sawit yang dinilai layak komersialisasi dan enam di antaranya sudah mendapatkan pernyataan minat dari pihak industri terkait.

Dua di antaranya yaitu invensi tentang produk pupuk silika (BioSilAc) dan emulsifier untuk pangan telah berlanjut ke tahapan perjanjian kerahasiaan atau NDA dengan perusahaan terkait. Kegiatan valuasi teknologi tahun berikutnya telah menghasilkan Invensi yang siap untuk dikomersialisasikan dengan para mitra industri dan dituangkan dalam bentuk LOI maupun NDA.

AII juga memfasilitasi alat torsi plus yang dapat mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor hingga 0 persen, peningkatan daya, dan hemat bahan bakar hingga 30 persen. Invensi itu milik inventor mandiri bernama Komarudin Umar untuk masyarakat pemilik kendaraan diesel maupun premium.
 
Saat ini  alat tersebut sedang diuji di Kementerian ESDM maupun Kementerian LHK, untuk mendukung program mereka terkait tupoksi kementeriannya masing-masing.
 
Dengan demikian diharapkan, pihaknya dapat memfasilitasi para peneliti dengan industri maupun pihak terkait sehingga dapat mengatasi sindrom "lembah kematian" yang dihadapi para inventor dalam komersialisasi penemuannya.





 


 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023